Cermin Retak



“Dek, sepertinya akhir pekan ini abang tidak bisa pulang. Tidak apa-apa ya,” ucapku melalui sambungan telpon kepada istriku.
“Ya, enggak apa-apa,” jawab istriku datar saja.
“Lagi ngapain, Dek?” tanyaku selanjutnya.
“Lagi rebahan, sudah mau tidur,” jawabnya lagi.
“Oh, anak kita sudah tidur?” lanjutku menanyakan anak balitaku.
“Sudah.”
“Adek ‘kok jawabnya pendek-pendek saja. Tidak kangen sama Abang? Hampir satu bulan kita tidak bertemu.”
“Maunya bagaimana, Bang?”
“Ya, cerita ‘kek. Kita ngobrol seperti dulu kalau lagi LDR.”
“Abang saja yang cerita.”
“Abang rindu banget pengen pulang tapi kerjaan juga harus cepat kelar. Abang pengen ketemu.”
“Oh.”
“Adek ngantuk ya? Ini masih jam sembilan malam lho.”
“Enggak, biasa saja.”
“Adek masih marah sama Abang?”
“Ngapain marah? Biasa saja, Bang.”
“Adek tidak rindu sama Abang? Tidak cinta sama Abang?”
“Emang Abang cinta sama Adek?”
“Ya jelas dong! Abang cinta banget sama Adek. Semoga cinta kita langgeng selamanya.”
“Hah, omong kosong. Ada Adek di samping Abang saja, Abang selingkuh. Apalagi sekarang kita LDR, Abang mau berbuat apa enggak bakalan ada yang tahu.”
“Kok, Ade ngomongnya seperti itu sih?”
“Lah … emang bener ‘kan?”
“Dek, itu ‘kan masa lalu. Tiga bulan yang lalu, Abang minta maaf dan tolong Adek lupakan kejadian itu,”
“Bang, Adek sudah memaafkan kesalahan Abang. Tapi adek sepertinya tidak bisa melupakan perbuatan itu.”
“Beri abang kesempatan untuk berubah lebih baik lagi, Dek. Abang mohon.”
“Ini juga kesempatan Abang. Adek bisa apa, rasa hormat Adek pada Abang berkurang. Rasa cinta Adek juga berkurang. Sudah Adek jelaskan, Abang enggak bakalan nemuin Adek kayak dulu lagi. Makanya Adek minta cerai tapi Abang enggak mau kita cerai. Okey, adek turuti maunya Abang.”
“Adek masih cinta kan sama Abang?”
“Adek berdoa, semoga rasa cinta Adek enggak terlalu dalam, bahkan Adek sepertinya bisa hidup dengan Abang walau tanpa rasa cinta biar Adek enggak sakit hati kalau Abang diambil. Baik diambil Tuhan atau diambil pelakor lagi Adek enggak bakalan sedih.”
“Halo … halo, Dek. Suaranya Adek kurang jelas. Besok malam abang telpon lagi ya. Abang tutup telponnya ya, bye.” Kututup percakapan nya karena aku sudah mulai tidak enak hati.
`````
Aku tak pernah tahu karena kelakuanku berselingkuh menimbulkan luka yang dalam pada istriku. Dia bisa menangis tiba-tiba tanpa ada sebab. Dia juga berani berkata kasar padaku dan jika aku memberi pengertian atau menasehatinya dia akan menunjuk wajahnya sendiri dan berkata bahwa ini adalah hasil didikanmu.
Saat aku melakukan cumbu rayu untuk berkencan, dia bisa tiba-tiba menangis seperti orang yang aku paksa. Dia minta maaf tidak bisa mengendalikan perasaannya. Katanya itu terjadi begitu saja. Dia juga tersiksa dengan hal ini.
Dia bilang, kalau dia tidak bisa merasakan kehadiranku walau aku berada disisinya. Dia takut berdosa karena berburuk sangka padaku sebagai suaminya. Makanya dia pernah minta cerai saat aku ketahuan selingkuh.
Aku mengaku salah. Ternyata dia yang terbaik makanya aku mempertahankannya. Dia bilang bahwa hatinya sudah seperti cermin retak, retakannya walau ditambal atau diperbaiki akan tetap terlihat dan tidak bisa kembali utuh. Aku penyebab dia seperti itu dan aku menyesalinya.
Aku akan berusaha menjadi suami terbaik, aku berjanji. Ini kesempatanku untuk meraih cintanya kembali. Memang tidak mudah tetapi seiring dengan berjalannya waktu, aku yakin pasti bisa.
``````



Penulis : Meti Solihat
Soekabomi, 05/03/22


Cerpen
Post a Comment
Top comments
Newest first
Table of Contents
Link copied successfully.