Perang Vaksin China Amerika Dalam Dominasi Dunia
Pandemi covid-19 dimulai dengan ditemukannya virus mematikan yang pertama kali meledak di Wuhan, China, pada Desember 2020 yang kemudian dengan cepat menyebar ke berbagai negara. Luasnya cakupan geografi dari penyebaran virus membuat WHO pada bulan Maret 2020 menyebut gejala virus global ini sebagai pandemi. Penyebaran virus yang berlangsung ditengah perang dagang Amerika vs China dimanfaatkan Presiden Trump untuk mengkambing hitamkan China.
Trump dan beberapa pejabat pemerintah Amerika menyebut pandemi ini sebagai virus Wuhan atau virus China. Trump bahkan menuduh WHO sebagai “wayang China” karena membiarkan covid-19 menye bar keseluruh dunia. Pemerintah China menanggapi tuduhan politisi Amerika ini dengan meminta Amerika untuk berhenti menyebar berita bohong. Sekalipun didunia internasional China mendapatkan nama buruk sebagai negara asal mulai penyebaran virus namun pemerintah China berusaha keras untuk membantah Tuduhan tersebut dengan langkah-langkah nyata.
Diawali dengan mengekspor bantuan peralatan kesehatan ke beberapa negara yang membutuhkan. China tidak ragu mengekspor masker, baju pelindung diri ke Eropa, Amerika, dan negara- negara lainnya. Begitu sibuknya China mengeksper masker dan berbagai peralatan medis ke berbagai negara sehingga menimbulkan istilah diplomasi masker. Langkah kedua yang dilakukan China adalah menggelar diplomasi vaksin. Diawali dengan menyelenggarakan pertemuan online antara Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, dan 25 Menteri Luar Negeri peserta proyek BRI pluas Direktur Jendral WHO.
Dalam kesempatan tersebut pemerintah China menegaskan untuk mendorong kerjasama global guna mengatasi pandemi yang sedang menyebar ke seluruh negara didunia. China meluncurkan kebijakan Health Silk Road sebagai kelanjutan dari proyek BRI. Pada awal tahun 2021 China mulai melakukan uji coba vaksin Sinovac ke beberapa negara seperti Brasil, Indonesia dan Turki. Keberhasilan uji coba dikemudian hari dilanjutkan dengan menyumbangkan puluhan ribu vaksi ke berbagai negara di dunia. Selain membaginya sebagai bantuan vaksin secara gratis China juga menjual vaksinnya dalam jumlah lebih banyak baik dengan pembayaran maupun dalam bentuk pinjaman. Vaksin China kini tersebar di Asia, Afrika, Amerika Latin, Timur Tengah dan Eropa Timur.
Sampai dengan bulan April 2021 China telah mengirimkan vaksi ke lebih dari 80 negara. Ada 53 negara yang menerima bantuan vaksin secara gratis sementara 27 negara yang tergolong kedalam negara berpenghasilan menengah harus membayar vaksin China tersebut. diplomasi vaksin China ini memang diharapkan untuk memperbaiki citra yang buruk karena ulah beberapa politisi Amerika tahun 2020 yang menyebut pandemi sebagai virus China. Keberhasilan China pada kwartal pertama tahun 2021 disebabkan oleh ketidaksiapan negara-negara maju membantu negara berkembang karena mengutamakan keselamatan warga negara-negara Barat sendiri. Kekosongan vaksin global inilah yang dimanfaatkan China untuk memperbaiki citra buruknya dan menunjukkan bahwa China adalah negara yang bertanggung-jawab walaupun efikasi vaksin China dikenal lebih rendah dari vaksi buatan negara-negara Barat.
Sekalipun harga vaksi China tidak bisa dikatakan murah akan tetapi paling cukup banyak negara yang berhasil mendapatkan sebagian kecil dari kebutuhan vaksin mereka. Karena menunggu vaksin negara-negara maju butuh waktu lebih lama dan hanya negara kaya dan makmur yang sanggup membelinya. Langkah besar China ini dikemudian hari semakin memperkuat intensitas rivalitas AS-China. Pada pertengahan tahun 2021 AS mulai mengerahkan kekuatan vaksinya untuk mengimbangi kemajuan diplomasi vaksi China baik di Asia Tenggara, Afrika, maupun Amerika Latin. Dan Asia Tenggara secara khusus merupakan medan pertemuan diplomasi vaksin utama bagi kedua negara.
Diplomasi Vaksin China di Asia Tenggara Asia Tenggara merupakan kawasan terdekat dengan China yang sudah tentu mendapat perhatian khusus dariChina karena kedekatan geogafis. Sebagai salah satu rekanan dagang terkemuka sudah barang tentu China memberiperhatian serius dalam penyebaran vaksin yang snagat dibutuhkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia
Diplomasi vaksin China di Indonesia dimulai dengan kunjungan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, ke Indonesia selama dua hari pada bulan Januari 2021. Kunjungan ini menegaskan kerjasama China dan Indonesia dalam rangka melawan virus covid-19 yang mengancam keselamatan penduduk Indonesia.Indonesia merupakan negara pertama yang memesan lebih dari 100 juta doses (50 juta sinovac dan 60 juta sinopharm) vaksin dari China.
Pemerintah Indonesia harus mengeluarkan dana tidak kurang dari Rp. 637,3 milyar untuk mendapatkan vaksin China tersebut. Diplomasi vaksin China tampaknya paling berhasil di Indonesia dibandingkan dengan diplomasi vaksinya di negara anggota ASEAN lainnya. Paling tidak Indonesia merupakan negara pembeli vaksin China terbanyak di ASEAN. Bahkan sesungguhnya Indonesia merupakan pembeli vaksin China terbanyak di dunia. Posisi China di Indonesia merupakan langkah strategis yang diambil China dalam rangka mengisi kekosongan vaksin dari Amerika dan Eropa.
Pada kwartal pertama tahun 2021 Amerika dan Eropa lebih mengutamakan kebutuhan warganya sendiri dalam proses vaksinasi. Hal ini menyebabkan kekosongan vaksin Barat di ASEAN. Kesempatan inilah yang dimanfaatkan China untuk memperkuat pengaruhnya di kawasan Asia Tenggara. Hingga pertengahan Juli 2021 Indonesia telah menerima lebih dari 120 juta dosis vaksin buatan China.
Malaysia
Malaysia adalah negara anggota ASEAN yang juga menggunakan vaksin China (sinovac) sebagai salah satu vaksin bagi penduduknya disamping vaksin lain seperti Pfizer yang diperoleh melalui skema COVAC. Malaysia mulai penyuntikan warganya dengan vaksin sinovac sekitar satu bulan setelah Indonesia mulai vaksinasi massal. Malaysia dikenal agak lambat dalam melakukan vaksinasi massal. Sulitnya mengakses vaksin global menjadi salah satu sebab mengapa negara dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak dibanding Indonesia namun agak terlambat mendapatkan vaksin. Hingga bulan Juli 2021 jumlah vaksin China yang diterima Malaysia baru sekitar 3,5 juta dosis.
Thailand
Pada awal Januari 2021 pemerintah Thailand memutuskan untuk membeli 2 juta dosis sinovac dari China. Diharapkan bahwa vaksin China ini akan tiba di Thailand secara bertahap dari Pebruari hingga akhir April 2021. Dengan pembelian vaksin China ini diharapkan Thailand akan segera dapat melakukan imunisasi warganya. Sampai dengan minggu ketiga bulan Mei 2021 tidak kurang dari 6 juta dosis vaksin sinovac telah tiba di Thailand termasuk 500.000 sinovac pemberian dari pemerintah China. Jumlah vaksin yang masuk ke Thailand masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan puluhan juta warganya. Untuk mempercepat vaksinisasi bagi warga Thailand sebuah lembaga riset yang berafiliasi dengan Kerajaan Thailand, The Chulabhorn Royal Academy, memutuskan untuk mengimpor 1 juta dosis vaksin sinopharm dari China.
Pembelian ini diharapkan akan memberikan pilihan lain bagi publik Thailand mengingat lambatnya proses vaksin gratis yang disediakan pemerintah sejak Pebruari 2021. Tidak kurang dari 17.000 perusahaan di Thailand yang telah mendaftar untuk mendapatkan jatah vaksin sinopharm. Mereka akan menggunakan vaksin ini untuk karyawan masing- masing perusahaan agar tidak perlu menunggu vaksin dari pemerintah.
Sementara itu pada bulan Juni 2021 Thailand menerima 500.000 sinovac bantuan dari China dan 2 juta dosis sinovac yang dibeli dari China.Pada pertengahan Juli 2021 pemerintah Thailand menanggapi keresahan rakyatnya tentang kemanjuran sinovac dengan keputusan yang menentukan. Kementerian Kesehatan Thailand akhirnya memutuskan untuk menyuntik kembali bagi yang baru suntik sinovac sekali atau dua kali dengan vaksin Pfizer.
Laos
Sebagai salah satu negara tetangga China merupakan salah satu negara ASEAN yang menghargai vaksin China ditengah pandemi yang menimpa warga Laos. Pada akhir bulan Desember 2020 Laos telah menerima 200.000 dosis vaksin yang akan dipergunakan untuk vaksinasi tenaga kesehatan sebagai warga yang berada di garis depan dalam perang melawan virus covid-19 ini. Pada awal bulan Pebruari China kembali mengirimkan Sinopharm ke Laos untuk melawan virus dinegara tetangga tersebut. Berbeda dengan Vietnam, Laos cenderung menerima dengan senang hati bantuan vaksin yang diterimanya dari China. Secara keseluruhan 89% vaksin yang diterima Laos berasal dari China.
Kamboja
Vaksin Sinopharm sebanyak 600.000 dosis tiba di Kamboja pada Pebruari 2021. Inilah vaksin pertama yang diterima pemerintah Kamboja dari China. Vaksin sumbangan pemerintah China in akan digunakan untuk memulai imunisasi warga Kamboja. Bantuan vaksin dari China ini merupakan bagian dari rencana China mendonasikan 1 juta vaksin ke Kamboja. Antara bulan April hingga bulan Agustus 2021Kamboja akan mendapatkan tidak kurang dari 5,5 juta dosis vaksin Sinovac.
Dengan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak, sekitar 16 juta, jika dibandingkan dengan penduduk negara- negara tetangga yang lebih besar, Kamboja dapat dikatakan negara yang berada di garis depan dalam upaya vaksinasi warganya. Besarnya kontribusi vaksin China merupakan kunci sukses Kamboja dalam mempercepat vaksinasi penduduknya. Dibandingkan dengan negara-negara produsen vaksin lainnya China benar-benar murah hati terhadap Kamboja. Pertimbangan geopolitik dan sedikitnya jumlah penduduk Kamboja mendorong China untuk mengirimkan vaksin Sinovac dan Sinopharm dalam jumlah yang cukup banyak.
Philipina
Philipina adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang tidak mudah menerima vaksin produksi China karena pengalaman buruk dengan penggunaan vaksin China sebelumnya. Sekitar tahun 2016 vaksin China yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit demam berdarah telah menyebabkan belasan anak meninggal dunia. Pengalaman pahit ini membuat banyak warga Philipina menunggu kedatangan vaksi Pfizer dari Amerika.
Namun kedatangan sinovac yang lebih dulu memaksa pemerintah Philipina memulain proses imunisasi. Beberapa petinggi bidang kesehatan bersedia untuk disuntik lebih dahulu untuk membuktikan bahwa sinovac bagus dan tidak berbahaya bagi warga Philipina. Hingga akhir bulan April 2021 Philipina telah menerima 3,5 juta dosis vaksin sinovac plus 1 juta dosis bantuan pemerintah China. Kemudahan dalam mendapatkan vaksi China membuat Presiden Duterte semakin bersemangat untuk mendapatkan tambahan vaksi dari China.
Karena sekalipun Philipina juga menerima bantuan vaksin astra-zeneca melalui jalur COVAC akan tetapi jumlah yang diterimanya tidak mampu menutup kebutuhan Philipina. Secara keseluruhan sampai dengan pertengahan bulan Juli 2021 Philipina telah meneriman vaksin China, baik dalam bentuk donasi atau dengan membeli, sebanyak 7,5 juta vaksin. Sementara vaksin astra-zeneca sebanyak 2,56 dosis, Pfizer 2,47 juta dosis dan Gamaleya 0,18 juta dosis. Sedangkan pada pertengahan Juli 2021 jumlah vaksin sinovac yang diterima Philipina telah mencapai jumlah 12 juta dosis, satu juta diantaranya merupakan donasi dari pemerintah China.
Vietnam
Vietnam merupakan salah satu negara ASEAN yang sejak awal tidak tampak menunjukkan minat untuk me- nerima bantuan atau membeli vaksin buatan China. Publik Vietnam kurang percaya dengan vaksin China karena faktor Wuhan sebagai sumber virus mematikan. Faktor inilah yang menumbuhan sentimen anti vaksin China yang sedemikian kuat dikalangan publik Vietnam. Oleh karena itu ketika negara-negara ASEAN bersemangat menerima vaksin China, Vietnam memilih vaksin buatan Barat untuk mengimunisasi warganya.
Vietnam sangat lambat menanggapi tawaran China dan baru pada bulan Juni 2021 bersedia menerima donasi 500.000 dosis Sinopharm. Kesediaan Vietnam menerima bantuan China pun bukan untuk warga Vietnam tapi sekedar membantu China untuk vaksinasi warga China di Vietnam, warga Vietnam yang akan bekerja di China dan warga Vietnam yang tinggal di perbatasan Vietnam-China. Akan tetapi Vietnam tetap pada pendiriannya sejak awal bahwa warga Vietnam akan mendapatkan vaksin dari Barat dan tidak akan menggunakan vaksin buatan China.
Dengan kata lain, diplomasi vaksin China gagal di Vietnam kecuali hanya untuk memvaksinasi warga China yang tinggal di Vietnam dan warga Vietnam yang ditunjuk Kedutaan Besar China di Vietnam. Mayoritas warga Vietnam tetap menggunakan vaksi buatan Barat sehingga pemerintah Vietnam berusaha keras untuk dapat mendatangkan vaksin-vaksi dari Barat seperti AstraZeneca, Pfizer, Modena dan vaksin dari Rusia.
Singapura
Tidak semua negara di Asia Tenggara bersedia menggunakan vaksin buatan China. Singapura adalah salah satu negara yang sejak awal telah memilih vaksin buatan Barat sebagai vaksin utama untuk program imunisasi melawan virus di negeri Singa tersebut. Singapura adalah negara Asia pertama yang menerima vaksin Pfizer dan memulai vaksinasi warganya yang pertama kali di Asia Tenggara pada akhir tahun 2020. Baru pada bulan Maret 2021 Singapura menerima vaksin Sinovac sebanyak 200.000 dosis dari China yang telah dipesan sejak akhir tahun 2020. Meskipun demikian hingga bulan Mei 2021 Sinovac belum juga terdaftar secara resmi sebagai vaksin yang dapat digunakan sebagaimana Pfizer dan Moderna yang sudah banyak digunakan sejak awal program vaksinasi.
Pemerintah Singapura menunggu otorisasi WHO sebelum memutuskan penggunaan Sinovac bagi warga Singapura. Pada saat yang sama berita dari Indonesia bahwa 350 dokter dan tenaga kesehatan yang sudah divaksin Sinovac terinfeksi dan belasan orang harus dirawat di rumah sakit membuat pemerintah Singapura belum bersedia memberi lampu hijau bagi penggunan vaksin Sinovac. Baru pada bulan June 2021 pemerintah Singapura memberi lampu hijau bahwa Sinovac dapat digunakan setelah WHO setuju penggunaan Sinovac untuk digunakan.Berdasarkan persetujuan WHO inilah Singapura akhirnya mengijinkan penggunaan vaksin Sinovac.
Sambutan terhadap keputusan ini luar biasa khusus- nya dikalangan orang-orang yang China yang tinggal di Singapura. Mereka merasa lebih aman bepergian ke China jika telah mendapatkan vaksin Sinovac. Keragu-raguan Singapura terhadap kemanjuan Sinovac tetap tinggi walaupun WHO telah memberikan otorisasi penggunaan Sinovac. Kemunculan varian Delta membuat keraguan itu semakin kuat dikalangan pejabat kesehatan Singapura. Oleh karena itu, pada awal bulan Juli 2021 pemerintah Singapura menyatakan bahwa mereka yang sudah mendapatkan suntikan Sinovac tidak akan dimasuk- kan kedalam daftar orang-orang yang telah divaksin. Padahal jumlah yang sudah mendapatkan vaksin Sinovac lebih dari 17.000 orang.
Namun inilah bentuk tanggung jawab pemerintah Singapura terhadap kesehatan warganya. Walaupun tidak secara resmi menolak Sinovac akan tetapi tetap berhati- hati sehingga sangat sedikit yang menggunaan vaksin Sinovac.
Diplomasi Vaksin China di Afrika
Sebagaimana dibahas pada bab lain dari buku ini hubungan China dan Afrika sudah cukup lama berkembang. Bantuan China dalam pembagunan proyek-proyek infra- struktur merupakan pondasi dasar hubungan China dan Afrika. Situasi pandemi yang melanda seluruh dunia sudah barang tentu membuat Afrika sebagai salah satu kawasan yang membutuhkan banyak uluran tangan dari negara-negara yang mampu memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan negara-negara Afrika.
Sebagai bagian tak terpisahkan dari kerjasama sebelum- nya pemerintah China mengirimkan dokter-dokter untuk membantu mengatasi pandemi di negara-negara Afrika. Pemerintah China juga mengirimkan banyak kontainer yang berisi masker, ventilator dan baju pelindung kesehatan yang sudah barang tentu sangat dibutuhkan di benua ini. Jack Ma juga mengirimkan banyak bantuan ke Rwanda, Kamerun dan negara-negara Afrika lainnya. Pada bulan Oktober 2020 pemerintah China juga mengundang pada dutabesar dan diplomat yang mewakili 50 negara Afrika untuk mengunjungi pabrik Sinopharm. Liu Jingzhen, direktur Sinopharm berjanji akan memberikan prioritas bagi Afrika setelah proses pembuatan vaksin selesai.
Ditengah kebutuhan vaksin yang terus meningkat negara-negara Afrika harus menerima nasib berada di barisan belakang dari negara-negara Barat. Mayoritas negara- negara Barat mengutamakan kebutuhan vaksinasi warganya. Sehingga vaksin-vaksin buatan Barat pada umumnya lebih cepat terdistribusi ke negara-negara Barat sendiri. Akibatnya negara-negara Afrika mengalami kesulitan mendapatkan akses vaksin yang ada. Kondisi kekosongan vaksin Barat inilah yang dimanfaatkan China untuk membantu kebutuhan mendesak Afrika.
China berharap dengan membantu kebutuhan vaksin akan memperkuat hubungan yang lama terjalin dengan Afrika. Hingga awal bulan Juni 2021 China telah membantu Afrika dengan setengah juta vaksin dalam bentuk sumbangan maupun penjualan. Meskipun demikian seorang pejabat Kementerian Luar Negeri China, Wu Peng, mengatakan bahwa bantuan yang diberikan pemerintah China tidak akan cukup memenuhi kebutuhan negara-negara Afrika. Afrika harus mampu memproduksi sendiri kebutuhan vaksinya. Untuk itu pada bulan April 2021 Sinovac telah bekerjama dengan pemerintah Mesir untuk mendirikan pabrik vaksin. Dan pada bulan Juli 2021 pemerintah Mesir mengumumkan telah memproduksi 1 juta vaksin.
Mesir berencana untuk memprpduksi 1 milyar vaksin setiap tahun. Di Aljazair pemerintah China juga membantu mendirikan sebuah pabrik yang diharapkan akan memproduksi 1 juta dosis vaksin Sinovac pada Oktober 2021. Demikian pula di Maroko pemerintah China membantu mendirikan pabrik vaksin yang diperkirakan akan menghasilkan 5 juta dosis Sinopharm per bulanya.
Munculnya varian Omicron menimbulkan masalah besar bagi negara-negara Afrika yang belum seluruh penduduknya mendapatkan vaksinasi. Dalam Forum China Africa Cooperation di Senegal melalui video Xi Jinping berjanji membantu Afrika dengan 1milyar vaksin. 600 juta diantaranya akan diberikan dalam bentuk sumbangan. Sedangkan sisanya akan diproduksi bersama antara perusahaan China dan negara-negara Africa yang telah memiliki pabrik vaksin batuan China.
Dalam konperensi video tersebut Xi Jinping juga berjanji akan memberikan bantuan berupa kredit sebanyak 10 milyar dolar AS kepada lembaga-lembaga keuangan Afrika dan akan mendorong perusahaan-perusahaan China untuk menanamkan investasinya sebanyak 10 milyar dolar AS dalam tiga tahun mendatang. Beijing juga berjanji membantu 10 milyar dolar AS untuk membantu ekspor negara-negara Afrika ke China. China juga menambah 10 milyar dolar AS untuk IMF special drawing right yang dapat dimanfaatkan negara-negara Afrika. Xi Jinping juga menyatakan bahwa China dan Afrika akan meningkatkan kerjasama dalam bidang kesehatan, inovasi digital, promosi perdagangan dan pembangunan hijau. China saat ini merupakan rekanan dagang Afrika terbesar dengan nilai perdagangan sebanyak 200 milyar dolar AS sepanjang tahun 2019. Pertemuan virtual ini merupakan upaya China menghadapi rivalnya, AS, di Afrika yang seminggu sebelumnya menghadirkan Antony Blinken, Menlu AS selama tiga hari ke Kenya, Nigeria, dan Senegal. Dalam kunjungan tersebut Blinken menyebut kehadiran negara asing yang sering menimbulkan masalah.
Diplomasi Vaksi China di Amerika Latin
Ditengah upaya AS untuk melakukan vaksinasi warganya sendiri, China bergerak cepat untuk membantu negara- negara Amerika Latin untuk mendapatkan vaksin yang mereka butuhkan. Padahal Amerika Latin adalah kawasan yang sangat dekat dengan AS bahkan sering disebut sebagai kebun belakang AS. China memang menjanjikan bantuan vaksin kepada negara-negara Amerika Latin yang bersedia memutuskan hubungan diplomasi dengan Taiwan. China memang kemudian mengirimkan bantuan vaksin kepada negara-negara yang memutuskan hubungan diplomasi dengan Taiwan.
Senator Christopher A. Coon (Demokrat-Delaware) menyatakan bahwa ada sembilan negara Amerika Latin yang telah membeli vaksin China walaupun tingkat efektifitas vaksin Sinovac hanya 50%. Bahkan Brazil batal menolak teknologi Huawei karena dijanjikan akan mendapatkan vaksin China. Para pakar kawasan Amerika Latin mengingatkan bahwa di lapangan China berhasil membujuk negara-negara Amerika Latin untuk menggunakan vaksin China ditengah ketiadaan bantuan vaksin dari AS pada kwartal pertama 2021. Dalam pandangan publik Amerika Latin, China akan datang dan menyelamatkan mereka sementara mereka melihat AS sibuk melakukan vaksinasi terhadap warga AS sendiri.
Hingga bulan Mei 2021 China telah mengirimkan lebih dari 165 juta dosis vaksin ke Amerika Latin. Chile, El Salvador, Brasil dan Uruguay merupakan negara-negara yang menggantungkan sepenuhnya kepada China untuk memenuhi kebutuhan vaksin warga mereka. Usaha keras China untuk mengubah narasi China sebagai pusat Covid-19 menjadi negara yang memberikan solusi masalah covid-19 berhasil mendapatkan apresiasi di Amerika Latin dan Karibia.
Walaupun China lebih banyak menjual daripada menyumbang vaksin ke kawasan tersebut. Akan tetapi ini merupakan keberhasilan diplomasi vaksin China di Amerika Latin. Keberhasilan diplomasi vaksin China ini dengan sendirinya mengangkat posisi China di Amerika Latin. Besarnya bantuan vaksin yang disalurkan China ke Amerika Latin secara tidak langsung juga menumbuhkan rasa terima kasih yang tinggi dikalangan bangsa-bangsa di kawasan tersebut. Sesuatu yang tidak mereka dapatkan dari Eropa maupun Amerika. Pada saat yang bersamaan keberhasilan diplomasi vaksin China juga merupakan tantangan bagi AS yang tingkat pengaruhnya di kawasan tersebut mulai merosot. Mereka semakin terbuka pada perbedaan narasi ekonomi dan sosial. Mereka kurang berminat dengan dikotomi baik dan buruk tapi lebih condong pada pilihan-pilihan yang konkrit.
Mayoritas vaksin yang digunakan di Amerika Latin berasal dari China. Sekalipun efektifitasnya tergolong rendah dibanding vaksin buatan Barat namun karena China sangat cepat dalam menyalurkan vaksin dan tidak tersedianya pilihan yang lain negara-negara Amerika Latin terpaksa menerima vaksin China. Begitu besarnya pengaruh diplomasi vaksin China sehingga dalam pertandingan sepak bola terbesar di Amerika Latin kata SINOVAC terlihat pada layar iklan yang besar.
Amerika Latin merupakan kawasan yang menerima vaksin China terbanyak kedua sesudah kawasan Asia yang paling banyak menerima vaksin China. Secara keseluruhan China mendonasikan 3 juta dosis vaksin ke Amerika Latin. Tapi China menjual tidak kurang dari 388 juta dosis vaksin ke kawasan tersebut. Disamping itu, China juga membantu memberikan bahan aktif untuk memproduksi vaksin China dan vaksin lain di kawasan tersebut. Diplomasi Vaksin Amerika Di Asia Tenggara
Amerika dipandang agak terlembat terjun dalam kancah diplomasi vaksin ketika China telah mengawalinya sejak akhir 2020. Presiden Biden yang baru dilantik bulan Januari 2021 merupakan salah satu halangan bagi Amerika untuk dapat bergerak cepat dalam diplomasi vaksin global. Akan tetapi prioritas utama Biden pada vaksinasi warga Amerika merupakan alasan yang lebih tepat mengingat Amerika juga ingin segera mengakhiri penderitaan bangsa Amerika.
Meskipun demikian sesungguhnya para pemimpin ASEAN sangat berharap bahwa Presiden Biden akan lebih baik dibanding mantan Presiden Trump yang dipandang kurang memperhatikan ASEAN. Paska pelantikan Presiden Amerika harapan sedemikian tinggi bahwa pemerintahan Biden akan lebih dekat dengan ASEAN dan akan banyak membantu dalam menyediakan vaksin yang sangat dibutuhkan masyarakat Asia Tenggara.
Akan tetapi harapan negara-negara Asia Tenggara tampaknya tidak akan segera terpenuhi karena Biden yang memilih untuk menggunakan jalur multilateral. Sejak bulan Pebruari 2021 Amerika mengumumkan untuk membantu pembelian vaksin senilai $4 milyar untuk negara-negara- negara miskin. Vaksin yang dibiayai negara-negara kaya ini dikemudian hari dikenal sebagak COVAC yang dikelola oleh WHO. Untuk memperkuat posisinya Amerika bahkan kemudian menjadi tuan rumah pertemuan COVAC secara daring pada bulan April 2021.
Pertemuan ini meneguhkan diplomasi vaksin AS secara multilateral. Bulan Maret 2021 AS bersama-sama dengan India, Australian dan Jepang, yang dikenal sebagai kelompok QUAD, juga mencapai kata sepakat untuk membantu vaksinasi bagi negara-negara Asia pada akhir 2022. Vaksin ini direncanakan akan diproduksi di India yang dikenal mampu memproduksi vaksin dalam jumlah besar. Namun hingga bulan Mei belum terlihat tanda- tanda bahwa Amerika akan segera membantu penyediaan vaksin secara khusus bagi negara-negara ASEAN. Bahkan rencana pertemuan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, dengan para Menlu ASEAN akhirnya gagal karena alasan teknis. Perkembangan ini membuat negara-negara ASEAN menerima tawaran vaksin China yang lebih dahulu tersedia dengan harga yang terjangkau.
Baru pada awal Juni 2021 Presiden Biden mengumumkan rencananya untuk membantu penyebaran sebanyak 80 juta dosis vaksin ke berbagai belahan dunia, khususnya negara miskin dan berpenghasilan menengah kebawah. Paket khusus ini diharapkan pada akhir Juni 2021 telah tersalur sebanyak 25 juta dosis. Negara-negara ASEAN termasuk sasaran dari paket awal ini sehingga semua negara di Asia Tenggara akan kembali mendapatkan tambahan vaksin Amerika via COVAC.
Indonesia termasuk salah satu negara di ASEAN yang mendapat perhatian khusus dari diplomasi vaksin global Amerika. Walaupun sepanjang pemerintahan Trump Indonesia kurang mendapat perhatian dari Amerika, namun pemerintahan Biden cukup memberi perhatian terhadap Indonesia. Paling tidak pada 11 Juli 2021 Amerika mengirimkan 3 juta dosis Moderna untuk Indonesia. Kemudian pada tanggal 15 Juli 2021 Indonesia kembali mendapatkan bantuan 1,5 juta dosis Moderna. Kedua pengiriman ini dilakukan Amerika dalam skema COVAC. Secara keseluruhan Indonesia telah menerima 12,7 juta dosis melalui skema COVAC. Malaysia juga mendapatkan sumbangan vaksin Pfizer yang tiba di Malaysia pada 5 Juli 2021. Vietnam juga mendapatkan 2 juta dosis Moderna melalui skema COVAC. Sementara itu, Amerika membantu 1 juta lebih Johnson & Johnson untuk Laos. Sementara itu pada 8 Juli 2021 pemerintah AS mengirimkan 3 juta dosis vaksin Johnson & Johnson ke Philipinan. Vaksin ini berbeda dengan vaksin lain karena hanya memerlukan satu dosis. AS kembali mengirimkan 1,5 juta dosis vaksin Johnson & Johnson ke Philipina.
Diplomasi Vaksin AS di Afrika Afrika adalah benua yang paling akhir mendapatkan perhatian dunia pada saat negara-negara di benua tersebut sudah sangat membutuhkan bantuan vaksin. Pada awal Juni 2021 pemerintah AS mengumumkan akan membantu mendonasikan vaksin ke negara-negara miskin pada akhir Juni 2021. Dari rencana pengiriman pertama sebanyak 19 juta dosis alokasi ke Afrika hanya sekitar 5 juta dosis. Rencana tersebut baru dapat diwujudkan pada bulan Juli 2021 melalui skema COVAX dan bekerjasama dengan Uni Afrika. Negara- negara yang mendapatkan jatah vaksin pada pengiriman awal adalah Ethiopia, Djobouti dan Burkina Faso.
Djibouti dan Burkino Faso mendapatkan 151.200 dosis vaksin Johnson & Johnson yang hanya memerlukan satu kali suntikan. Sedangkan Ethiopia mendapatkan 453.600 dosis vaksin. Biden juga mengumumkan akan mengirimkan vaksin gelombang kedua ke Afrika pada bulan yang sama. Negara- negara yang akan mendapatkan bantuan vaksin Johnson & Johnson (sekali suntikan) tersebut adalah Kamerun (303.050 dosis) , Republik Afrika Tengah (302.400 dosis), Gambia (151.200 dosis), Lesotho (302.400 dosis), Niger (151.200 dosis), Senegal (151.200 dosis), Zambia (151.200 dosis). Presiden Biden berjanji akan mengirimkan 500 juta dosis Pfizer pada tahun 2022. Rencana pengiriman ini untuk menggenapi 1,1 milyar dosis yang direncakan untuk Afrika. Pada bulan Desember Biden juga akan segera mengirimkan 9 juta dosis vaksin untuk menghadapi varian omicron yang baru muncul. Biden juga berjanji membantu mendirikan pabrik vaksin Johnson & Johnson di Afrika Selatan.
Diplomasi Vaksin AS di Amerika Latin Sebagaimana di belahan bumi yang lain, vaksinasi di Amerika Latin juga berjalan sangat lambat. Meningkatnya kebutuhan vaksinasi telah memaksa warga Amerika Latin yang mampu untuk pergi ke AS guna mendapatkan suntikan vaksin yang tersedia melimpah di AS. Gejala ini sempat menimbulkan turisme vaksin yang dikritik semakin meningkatnya ketimpangan vaksin global karena negara-negara Barat menumpuk vaksin dan tidak segera membagikannya ke negara-negara miskin yang membutuhkannya. Dalam nada yang kurang lebih sama tiga Senator AS, yakni, Senator Marco Rubio, Bob Menendez, dan Tim Kain mengirim surat kepada Presiden Joe Biden. Dalam surat tersebut ketiga Senator AS mendesak pemerintah AS agar segera mengembangkan strategi yang komprehensif untuk membantu mengatasi krisis vaksinasi di Amerika Latin dan Karibia. Apalagi sepertiga korban meninggal karena Covid-19 ada di kawasan tersebut.
Selama lima bulan pertama tahun 2021 para elit AS lebih banyak mengeluh dan mengkritik kebijakan vaksin China di berbagai belahan dunia. Tapi mereka gagal dalam memberikan kepemimpinan global dalam mengatasi krisis vaksinasi global di negara-negara miskin. Sudah semestinya pemerintahan Biden segera mengambil tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi krisis vaksinasi di Amerika Latin. Mereka harus segera berhenti mengkritik kelemahan diplomasi China karena dalam kenyataan pemerintah-pemerintah di Amerika Latin dan Karibia menerima bantuan vaksin China sekalipun mereka harus membayar. Pemerintah AS harus berhenti berbicara dan segera mengambil tindakan efektif untuk membantu menyelamatkan nasib negara-negara di Amerika Latin dan Karibia.
Pada awal Juni 2021 akhirnya Presiden Biden mengu- mumkan bawa pemerintah AS akan segera mendonasikan 6 juta vaksin ke negara-negara di Amerika Latin dan Karibia. Pada awal Juli 2021 Gedung Putih mengumumkan bahwa satu juta dosis vaksin Johnson & Johnson akan dikirim ke Bolivia, satu juta dosis Pfizer akan dikirim ke Paraguay dan satu setengah juta dosis Moderna akan dikirim ke Guatemala. Argentina merupakan negara Amerika Latin yang paling banyak menerima sumbangan vaksin dari Amerika. Tidak kurang dari 3,5 juta dosis vaksin Moderna telah dikirim pemerintah AS sebagai sumbangan untuk Argentina karena besarnya jumlah kematian akibat Covid-19.
Pemerintah AS juga mendonasikan 500.000 dosis Moderna ke negara-negara di kepulauan Karibia. Pada bulan Agustus 2021 pemerintah AS kembali mendonasikan 830.000 dosis vaksin Pfizer ke enam negara Karibia. Pemerintah AS selalu menegaskan bahwa sumbangan vaksin ini merupakan gerakan kemanusiaan sehingga tidak ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh negara penerima sumbangan vaksin AS.