THESIS : EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PROGRAM DIKLAT
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan suatu kajian yang membahas tentang usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan cara-sara ilmiah. Dalam melakukan penelitian ada berbagai macam metode yang dapat dipili. Metode yang dipilih berhubungan erat dengan prosedur, alat serta desain penelitian yang digunakan.
Metode Penelitian
Agar dalam penelitian terjamin tingkat validitasnya, maka pemilihan metode penelitian harus didasarkan pada realitas yang menjadi obyek. Berdasarkan permasalahan yang telah di sebutkan, maka penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian yang menggunakan metode deskriptif. Mengacu kepada teori Consuello. G. Sevilla et al (1993) mengemukakan bahwa metode deskriptif dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (berlangsung). Penggunaan metode penelitian deskriptif ini berupa studi kasus dengan analisis kuantitatif. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
Oleh karena itu penelitian ini memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang terjadi pada saat penelitian sedang dilakukan dengan mengambil objek penelitian yaitu penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan Struktural ADUM dan SPAMA pada DIKLAT Propinsi Jawa Barat.
Metode Pengumpulan Data
Studi pustaka, dalam pengumpulan data yang diperlukan, dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research). Data akan digali dan diolah dari berbagai sember kepustakaan, antara lain dari buku-buku ilmiah, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, jurnal dan bahan tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan obyek penelitian.
Penelitian lapangan (field research), adalah cara penelitian dengan mendatangi objek penelitian yang dapat memberikan data/nformasi tentang masalah yang tengah diteliti baik melalui observasi, wawancara ataupun melalui kuesioner. Pengambilan sampel bersifat random, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu pengambilan sample bertujuan (purposive sampling). Responden dalam penelitian ini meliputi para pegawai atau para pejabat dari DIKLAT Propinsi Jawa Barat, Biro Kepegawaian, Biro Penyusunan Program, Biro Organisasi dan Biro Umum yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural ADUM sebanyak 70 orang dan SPAMA sebanyak 70 orang. Untuk mendapat data yang lebih akurat, penilaian kemampuan pegawai dan perubahan sikap dilakukan oleh atasan (pimpinan) terdiri dari 4 Kepala Bidang, 4 Kepala Biro, 12 Kepala Seksi, 16 Kepala Bagian serta rekan sekerja responden dengan menggunakan instrumen yang sama.
Wawancara dilakukan untuk melangkapi dan memperkuat hasil analisis kuantitatif (Moleong : 2000). Adapun yang menjadi responden dalam wawancara adalah para Pejabat yang berada di lingkungan DIKLAT Propinsi Jawa Barat, Biro Kepegawaian, Biro Penyusunan Program, Biro Organisasi dan Biro Umum di lingkungan Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Barat.
Teknik Analisa Data
Untuk menganalisa data yang diperoleh dari data primer maupun data sekunder metode penelitian yang dipergunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, data-data yang dihimpun, baik primer maupun skunder disusun, dianalisis dengan cara membandingkan dan diinterpretasikan kemudian ditarik suatu kesimpulan logis secara induktif sebagai hasil penelitian. Sedangkan analisa kuantitatif dilakukan dengan cara menilai data yang dilakukan berdasarkan prinsip validitas, objektivitas dan reliabilitas melalui cara pengkategorian data dengan sistem pencatatan yang relevan dan melakukan pengecekan atas data yang telah dikumpulkan dengan teknik triangulasi, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap sumber lainnya.
Dalam analisis Data kuantitaf ini penulis menggunakan dua cara, yaitu cara pertama, menguji efektivitas dengan indikator kemampuan pegawai dan perubahan sikap. Dalam mengukur kemampuan pegawai dan perubahan sikap ini, sesuai dengan pendapat Marwansyah dan Mukaram (2000), yaitu dengan cara mengukur perubahan sebelum dengan sesudah mengikuti diklat. Mengukur kemampuan pegawai dan perubahan sikap sebelum dan sesudah mengikuti Diklat ini dengan cara tabulasi silang seperti pada tabel Mc. Nemar (Siegel ; 1988) dengan bentuk tabel tabulasi silang berikut ini :
Tabel. 2
Frekuensi Kemampuan Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat
Kemampuan Pegawai | Sesudah Mengikuti Diklat | ||
Mampu | Tidak Mampu | ||
Sebelum mengikuti Diklat | Mampu | (A) | (B) |
Tidak Mampu | (C) | (D) |
Keterangan :
A = Frekuensi responden yang pernah mengikuti Diklat
menyatakan sebelum dan sesudah mengikuti diklat mempunyai kemampuan.
B = Frekuensi responden yang pernah mengikuti diklat sebelum diklat menyatakan mampu dan sesudah diklat menjadi tidak mampu.
C = Frekuensi responden yang pernah mengikuti diklat menya-takan sebelum diklat tidak mampu dan sesudah diklat menjadi mampu.
D = Frekuensi Responden yang pernah mengikuti Diklat sebelum
diklat dan sesudah diklat menyatakan tidak mampu.
Tabel. 3
Frekuensi Perubahan Sikap Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat
Perubahan Sikap Pegawai | Sesudah MengikutiDiklat | ||
Baik | Kurang Baik | ||
Sebelum mengikuti Diklat | Baik | (A) | (B) |
Kurang Baik | (C) | (D) |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Keterangan :
A = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat dalam kategori baik.
B = Responden yang menyatakan siklap/disiplin sebelum mengikuti
diklat dalam kategori baik dan sesudahnya menjadi kurang baik.
C = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum mengikuti diklat dalam kategori kurang baik dan sesudahnya menjadi baik.
D = Responden yang menyatakan sebelum dan sesudah mengikuti diklat dalam kategori kurang baik.
Sedangkan cara kedua untuk faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas penyelenggaraan program diklat, jawaban kuesioner akan dinilai dengan memberi bobot dengan kriteria sebagai berikut :
Nilai 5 untuk jawaban sangat setuju
Niliai 4 untuk jawaban setuju
Nilai 3 untuk jawaban kurang setuju
Nilai 2 untuk jawaban tidak setuju
Nilai 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.
Kemudian jumlah nilai pembobotan setiap responden atas seluruh pertanyaan untuk masing-masing bagian kotak selanjutnya dinilai kembali dengan menggunakan kategori sebagai berikut :
1,00 – 1,80 = Tidak Baik
1,81 – 2,60 = Kurang Baik
2,61 – 3,40 = Cukup Baik
3,41 – 4,20 = Baik.
4,21 – 5,00 = Sangar baik
Interval angka tersebut di atas adalah sebesar 0,80 yang diperoleh melalui perbandingan antara jumlah item kategori dengan selisih skor tertinggi dan terendah, atau dengan rumus sebagai berikut :
Skor Tertinggi – Skor Terendah
Interval =
Jumlah Item Jawaban
5 – 1
Intrval = = 0,80
5
Sedangkan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dangan variabel independen dilakukan analisis regresi linier dengan pola sebagai berikut :
Y = β0 + β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5 + Ε
βn = Koefisien regresi yang dapat memberikan gambaran mengenai seberapa besar kontribusi masing-masing variabel (Xn) terhadap Y.
BAB IV
DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
4.1. Sejarah Berdirinya DIKLAT Propinsi Jawa Barat
DIKLAT Propinsi Jawa Barat dibentuk pertama kali dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat Nomor II-68/A-I/Pend/SK tanggal 30 September 1968 dengan nama Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Propinsi Jawa Barat (PUSDIKLAT). Pembentukan PUSDIKLAT tersebut dikukuhkan dengan Peraturan Daerah Propinsi DT I Jawa Barat Nomor 9 Tahun 1981 tanggal 6 Oktober 1981, sedangkan Susunan Organisasi dan Tata Kerja PUSDIKLAT ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi DT I Jawa Barat Nomor 10 Tahun 1981.
Pemerintah Pusat memberi tanggapan positif atas Pemerintah Propinsi Jawa Barat untuk melembagakan Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sebagai suatu lembaga struktural yang memberi kepastian dan terarahnya operasionalisasi pendidikan dan pelatihan dalam pembinaan dan pengembangan karier pegawai. Pada tanggal 13 September 1984 diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1984 tentang Organisasi dan Tata Kerja DIKLAT Propinsi yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1985 yang menginstruksikan kepada Daerah untuk segera membentuk Organisasi dan Tata kerja DIKLAT berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut.
Untuk memenuhi instruksi tersebut Gubernur Jawa Barat menerbitkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 061.1/Kep.86-Huk/1986 tanggal 23 Januari 1986 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pendidiikan dan Latihan Propinsi DT I Jawa Barat. Dengan diterbitkannya Keputusan Mendagri Nomor 19 Tahun 1992 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pendidikan dan Latihan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dan ditindak lanjuti dengan Instruksi Mendagri Nomor 18 Tahun 1992, maka susunan Organisasi dan Tata Kerja Pendidikan dan Latihan Pegawai yang ditetapkan kembali dengan Keputusan Gubernur Nomor 061.1/Kep.86-Huk/1986 tanggal 23 Januari 1986 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pendidikan dan Latihan Propinsi DT I Jawa Barat perlu ditinjau kembali. Atas dasar itu pada tanggal 14 Agustus 1993 lahirlah Keputusan Gubernur Nomor 32 Tahun 1993 tentang Organisasi dan Tata Kerja DIKLAT Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
Untuk memenuhi ketentuan yang berlaku bahwa Organisasi dan Tata Kerja Dinas harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah, maka ditetapkan Peraturan Daerah Propinsi DT I Jawa Barat Nomor 17 Tahun 1994 tentang Pengukuhan Dasar Hukum Pembentukan DIKLAT Propinsi DT I Jawa Barat dan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja DIKLAT Propinsi DT I Jawa Barat.
Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 22 Januari 1996 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1994 disahkan dengan perubahan prinsipil yaitu materi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 1994 dimasukkan dalam materi Peraturan Daerah berubah menjadi Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja DIKLAT Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat. Agar organisasi DIKLAT Propinsi dapat berjalan sebagaimana mestinya, maka perlu disusun rincian tugas unit kerja tersebut sebagai hasil analisis jabatan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat Nomor 48 Tahun 1997 tentang Rincian Tugas Unit Di Lingkungan Pendidikan dan Latihan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat.
4.2. Kondisi DIKLAT Propinsi Jawa Barat
4.2.1. Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi DIKLAT Propinsi
Jawa Barat
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1994, tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja DIKLAT Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat sebagai unsur pelaksana Wilayah/Daerah berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur Jawa Barat dan Teknis fungsional berada di bawah binaan Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri.
Selanjutnya tugas pokok DIKLAT adalah mebantu Gubernur Jawa Barat dalam menyusun program dan melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi aparatur dengan berpedoman kepada kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut DIKLAT mempunyai fungsi sebagai berikut :
Melakukan perumusan bahan kebijaksanaan penyusunan program pelakasanaan pendidikan dan pelatihan, analisis kebutuhan serta evaluasi.
Melakukan pembinaan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Kantor Pembantu Guabernur Jawa Barat Wilayah I sampai dengan Wilayah V dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Barat.
Melaksanakan pendidikan dan pelatihan baik struktural, Teknis Fungsional dan Teknis Substantif maupun pendidikan dan pelatihan Prajabatan bagi CPNS Golongan I dan II serta Prajabatan Nasional bagi CPNS Golongan III.
Melaksanakan hubungan kerjasama dan koordinasi dengan Biro/Dinas/Badan/Lembaga di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Barat dalam membuat perencanaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
Melakukan pembinaan terhadap widyaiswara, tenaga pengajar, peserta dan alumni diklat.
Menyelenggarakan evaluasi dna penyusunan rekomendasi hasil diklat dalam rangka pengembangan karier pegawai.
Menyelenggarakan pelaksanaan teknis administrasi bidang :
Ketatausahaan umum meliputi urusan surat menurat, pengelolaan kepegawaian; kearsipan, Kerumahtanggan dan perlengkapan.
Pengelolaan keuangan dan penyusunan rencana anggaran pembiayaan.
Pengelolaan perpustakaan, pengumpulan dan pengelolaan dokumentasi serta informasi kegiatan DIKLAT.
Penyusunan rencana dan program diklat meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan data bahan penyusunan rencana/program kerja, analisis dan evaluasi serta pelaporan kegiatan DIKLAT
Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Unsur organisasi DIKLAT Propinsi Jawa Barat terdiri dari:
Pimpinan yaitu KADIKLAT.
Pembantu pimpinan yaitu Kepala Bagian Tata Usaha, Kepala Bagian Tata Usaha dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh 4 (empat) Sub. Bagian yaitu :
Sub. Bagian Program
Sub. Bagian keuangan
Sub. Bagian Administrasi dan Umum
Sub. Bagian Perpustakaan
Pelaksana yaitu Bidang-bidang.
Bidang-bidang ini terdiri dari :
Bidang Teknis Fungsional membawahi 3 (tiga) seksi:
Seksi Pemerintahan.
Seksi Pembangunan.
Seksi Administrasi.
Bidang Penjenjangan membawahi 2 (dua) seksi :
Seksi Penjenjangan Umum.
Seksi Penjenjangan Dasar.
Bidang Hubungan Antar Lembaga membawahi 2 (dua) seksi:
Seksi Kerja Sama.
Seksi Penyelenggaraan.
Ketiga bidang ini bersifat operasional dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan baik oleh DIKLAT Propinsi Jawa Barat maupun kerja sama dengan Dinas/Badan/Lembaga/Instansi Tingkat Propinsi serta Wilayah dan Kabupaten/Kota se Jawa Barat sesuai kebijakan diklat satu pintu yang digariskan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur Jawa Barat.
Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala DIKLAT, Kepala Bagian Tata Usaha dan para Kepala Bidang serta para Kepala Sub. Bagian dan Kepala Seksi :
Wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi baik di lingkungan DIKLAT Propinsi Jawa Barat maupun dengan instansi lain di luar DIKLAT sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing;
Wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk-petunjuk serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas secara berkala tepat pada waktunya;
Bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasi staf masing-masing serta memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugasnya.
Wajib melaksanakan fungsi pengawasan melekat untuk tindak pencegahan (Prepentif) dan melakukan langkah-langkah penanganan represif dini bila terjadi penyimpangan, mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan kewenangan masing-masing mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kepala DIKLAT secara berkala atau sewaktu-waktu menyampaikan laporan tentang pelaksanaan kegiatan diklat kepada Gubernur Jawa Barat dan Kepada Menteri Dalam Negeri u.p. Kepala Badan Diklat Departemen Dalam Negeri.
Untuk lebih jelasnya mengenai susunan organisasi dan tata kerja DIKLAT Propinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Struktur Organisasi pada gambar di bawah ini :
Personil
Para pegawai yang mendukung tugas DIKLAT Propinsi Jawa Barat, terdiri dari Pegawai Daerah, Pegawai Pusat dan Widyaiswara. Pada tahun 2000 sebanyak 168 orang pegawai dengan rincian sebagai berikut :
Tenaga Widyaiswara organik DIKLAT Propinsi Jawa Barat.
Dalam melaksanakan kegiatan penyelenggaraan pembelajaran dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, DIKLAT Propinsi didukung oleh tenaga pengajar (Widyaiswara) yang ada dan menggunakan tenaga pengajar/pejabat dari luar DIKLAT Propinsi Jawa Barat yang memiliki kompetensi dan menguasai materi yang diberikan dalam pembelajaran.
Jumlah Widyaiswara yang ada di DIKLAT Propinsi Jawa Barat dari tahun 1998 sampai tahun 2000 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. 4
Jumlah Widyaiswara DIKLAT Propinsi Jawa Barat
Menurut Pangkat dan Golongan Dari Tahun 1998 s/d 2000
No | Tahun | Jumlah Widyaiswara menurut Pangkat / Golongan | Jumlah | |||||
IV-d | IV-c | IV-b | IV-a | III-d | III-c | |||
1 | 1998 | 5 | 3 | 3 | 4 | 4 | - | 19 |
2 | 1999 | 5 | 3 | 3 | 8 | 4 | 1 | 24 |
3 | 2000 | 3 | 3 | 8 | 4 | 10 | 1 | 29 |
Sumber : Rencana dan Laporan Kegiatan DIKLAT Propinsi Jawa Barat Tahun 1998 s/d 2000
Sedangkan tingkat pendidikan widyaiswara yang ada di DIKLAT Propinsi Jawa Barat pada tahun 2000 dari 29 orang adalah lulusan S1 sebanyak 24 orang (82,76%) dan S2 sebanyak 5 orang (17,24%).
Secara umum tenaga pengajar di DIKLAT propinsi Jawa Barat terdiri dari :
Widyaiswara organik DIKLAT Propinsi Jawa Barat;
Widyaiswara/pejabat dari LAN Perwakilan Jawa Barat;
Pejabat struktural di lingkungan DIKLAT Propinsi Jawa Barat;
Pejabat Struktural di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Barat;
Pejabat instansi lain dan Perguruan Tinggi yang memiliki kompetensi dan menguasai materi pembelajaran.
Pejabat struktural dan non struktural
Pegawai negeri sipil lainnya terdiri dari Pejabat Struktural dan Non Struktural sampai Tahun 2000 berjumlah 139 orang, terdiri dari Pejabat Struktural 16 orang dan Non Struktural 123 orang.
Jumlah pegawai.
Jumlah keseluruhan PNS di lingkungan DIKLAT Propinsi Jawa Barat sampai tahun 2000 sebanyak 139 orang.
Adapun komposisi pegawai secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel. 5
Jumlah Pegawai DIKLAT Propinsi Jawa Barat Menurut Tingkat Pendidikan
No. | Tingkat Pendiadikan | Banyaknya | Prosentase |
1 2 3 4 5 6 | S2 S1 D-III (S0) SLTA SLTP SD | 7 70 7 39 3 13 | 5,04 50,35 5,04 28,06 2,16 9,35 |
JUMLAH | 139 | 100,00 |
Sumber : Laporan Kegiatan DIKLAT Propinsi Jawa Barat Tahun 2000
Terlihat prosentase pegawai terbesar berdasarkan tingkat pendidikan S1 sebesar 50,35% atau sebanyak 50 orang dari jumlah keseluruhan sebanyak 139 orang. Sementara untuk pegawai dengan pendidiklan SLTA adalah 28,06 % atau sebanyak 39 orang, sedangkan sisanya adalah S-2 sebanyak 7 orang (5,04%), SLTP sebanyak 3 orang (2,16%) dan SD sebanyak 13 orang (9,35%).
Dalam upaya untuk membantu kelancaran tugas diklat aparatur di lingkungan DIKLAT Propinsi Jawa Barat, telah diangkat tenaga atau pegawai dengan sistem kontrak sebanyak 28 orang dengan tingkat pendidikan hampir semuanya dengan tingkat pendidikan SLTA dan hanya 2 orang yang mempunyai tingkat pendidikan S1.
Sarana dan Prasarana
Untuk melaksanakan semua aktivitasnya, Diklat Propinsi Jawa Barat memiliki Gedung yang berdiri di atas tanah seluas 6.110 m2 sebagai pusat pelaksanaan kegiatan administrasi, asrama dan ruang belajar yang berlokasi di Jalan Windu No. 26 Bandung. Gedung yang berdiri di atas tanah seluas 6.110 m2 di bangun dengan dana dari APBD Propinsi Jawa Barat yang dilaksanakan secara bertahap dengan kontruksi bangunan bertingkat 4 lantai, dua lantai dan satu lantai Aula Serba Guna.
Gedung DIKLAT Propinsi Jawa Barat saat ini memiliki ruangan untuk kegiatan :
Perkantoran Tempat Belajar/Kuliah Asrama Perpustakaan Ruang Makan Dapur Mesjid Ruang Serbaguna Ruang Koperasi Ruang Dharma Wanita Ruang Widyaiswara Ruang Photocopy Ruang Kesehatan Operational Room | 6 ruangan 5 ruangan 30 Kamar 1 ruangan 2 ruangan 1 ruangan 1 ruangan 2 ruangan 1 ruangan 1 ruangan 1 ruangan 1 ruangan 1 ruangan 1 ruangan |
Pendidikan dan Pelatihan Struktural Di DIKLAT Propinsi Jawa Barat
Pendidikan dan pelatihan struktural merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan struktural ini ditindaklanjuti dengan Keputusan Ketua Lemabaga Administrasi Negara No. 931/IX/6/4 dan No. 932/IX/6/4 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, antara lain ditetapkan jenis-jenis pendidikan dan pelatihan Administrasi Umum (ADUM) dan pendidikan dan pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA).
Adapun tujuan dari pendidikan dan pelatihan secara umum terdapat pada PP No. 14 Tahun 1994, yaitu :
Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan dan pegawai Negeri Sipil kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasara 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia.
Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Menetapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pengembangan partisipasi masyarakat.
Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau keterampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil.
Sedangkan tujuan pendidikan dan pelatihan struktural secara khusus adalah untuk membentuk kepribadian dan sikap, memberikan pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan kepemimpinan, mempunyai kemampuan dalam memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan kegiatan serta mempunyai kemampuan dalam pelaksanaan program secara terkoordinasi, tertib, efektif dan efisien.
4.4.1. Persyaratan mengikuti Diklat Struktural
Semua Pegawai Negeri Sipil dapat mengikuti pendidikan dan pelatihan struktural, tetapi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Persyaratan bagi peserta Diklat ADUM
Harus memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Diklat Jabatan Pegawai Negeri Sipil (Keputusan Ketua LAN RI No. 304A/IX/6/4/1995, yaitu :
Peserta Diklat bersifat selektif dan merupakan penugasan dengan memperhatikan pengembangan Karier Pegawai Negeri Sipil, baik dalam Jabatan Struktural maupun Jabatan Fungsional.
Persyaratan umum bagi calon peserta Diklat adalah :
Memiliki potensi untuk berkembang
Memiliki dedikasidn loyalitas tearhadap tugas dan organisasi.
Berprestasi dalam melaksanakan tugas
Mampu menjaga reputasi diri dan instansinya
Sehat jasmani dan rohani
Memiliki minat yang tinggi untuk mengikuti diklat.
Calon peserta Diklat diseleksi dan dipilih oleh Tim Seleksi Peserta Diklat (TSPD) instansi atas usul atau rekomendasi pimpinan unit yang bersangkutan.
Syarat Pangkat dan Golongan :
Minimal Pengatur Muda Tingkat I (II/b) bagi mereka yang akan menduduki Jabatan Fungsional
Minimal Pengatur (II/c) bagi mereka yang akan menduduki Jabatan Struktural Eselon V
Minimal Penata Muda (III/a) bagi mereka yang akan menduduki Jabatan Struktural Eselon IV.
Serendah-rendahnya berpendidikan menengah (SLTA)
Usia sesuai dengan ketentuan/peraturan perundangan kepegawaian yang berlaku
Menguasai bahasa Inggris minimal pasif
Lain-lain persayaratan yang ditetapkan oleh Instansi yang bersangkutan.
Persyaratan bagi peserta Diklat SPAMA
Persyaratan untuk peserta diklat SPAMA pada umumnya sama, hanya ada beberapa yang berbeda, yaitu antara lain :
Pangkat Golongan minimal Penata (III/c)
Serendah-rendahnya pendidikan Diploma III
Sudah mengikuti ADUM
Kurikulum Diklat Struktural
Kurikulum dalam suatu pendidikan dan pelatihan adalah sangat penting, karena tanpa adanya kurikulum pelaksanaan Diklat tidak pernah akan berhasil.
Kurikulum Diklat ADUM
Berdasarkan Keputusan Ketua LAN RI No. 931/IX/ 6/4/1998, kurikulum Diklat ADUM dari 6 (enam) kelompok, yaitu :
Kepribadian dan Sikap Dasar
Dasar-dasar Sistem Aministrasi Negara
Pengelolaan Administrasi Perkantoran
Dasar-dasar Kepemimpinan dan Manajerial
Penerapan
Lain-Lain.
Untuk lebih jelasnya, secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. 6
Kurikulum Diklat ADUM
No | Mata Pelajaran | Jam Pelajaran |
I | Kepribadian dan Sikap Dasar
Pembinaan Perilaku Kepemimpinan dan Manajerial di Alam Terbuka Pembinaan Mental, Fisik dan Disiplin (MFD) | (38) 16 22 |
1 | 2 | 3 |
II | Dasar-Dasar Sistem Administrasi Negara
Sistem Ketatanegaraan RI Kelembagaan Aparatur Pemerintah Hubungan Kerja dan Koordinasi Sistem Pengawasan Perencanaan Pembangunan nasional Administrasi Kepegawaian | (30) 4 4 6 4 6 6 |
III | Pengelolaan Administrasi Perkantoran Administrasi Perkantoran | (14) 14 |
IV | Dasar-Dasar Kepemimpinan dan Manajerial Dasar-dasar Kepemimpinan dan Manajemen Manajemen Kebijaksanaan Opaerasional Pelayanan Prima Pengambilan Keputusan | (56) 6 26 16 8 |
V | Penerapan
Teknis Penulisan Laporan Teknik Presentasi Tugas baca Kertas Kerja Perorangan Kertas Kerja Kelompok Seminar | (76) 8 8 6 8 14 32 |
IV | Lain-lain Pengarahan Program Evaluasi dan Ujian Jam Pimpinan Penjelasan Analisis Kasus Penjelasan KKT Penjelasan KKP | (36) 4 12 8 4 4 4 |
Jumla Jam Pelajaran | 250 |
Kurikulum Diklat SPAMA
Berdasarkan Keputusan Ketua LAN RI No. 932/IX/ 6/4/1998, kurikulum Diklat SPAMA dari 6 (enam) kelompok, yaitu :
Sikap dan Kepribadian
Kepemimpinan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Visi dan Misi
Administrasi dan Manajemen
Penerapan
Lain-Lain.
Untuk lebih jelasnya, secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. 7
Kurikulum Diklat SPAMA
No | Mata Pelajaran | Jam Pelajaran |
I | Sikap dan Kepribadian
Pembinaan Perilaku Kepemimpinan dan Manajerial di Alam Terbuka Pembinaan Mental, Fisik dan Disiplin (MFD) Pengembangan Potensi Pribadi Perilaku Kepemimpinan dalam Organisasi | (54) 16 22 6 10 |
II | Kepempinan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manajemen Sumbera Daya Manusia Pemberdayaan Sumber Daya Motivasi dalam Organisasi Human Relations Telaahan Staf paripurna | (26) 6 4 6 4 6 |
1 | 2 | 3 |
III | Visi dan Misi Pengetahuan Visi dan Misi Strategi Pelayanan Prima Reinventing Government Lingkungan Strategi Perencanaan Strategi Kebijakan Publik dan Implementasinya Pengembangan Kemitraan dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia | (56) 8 14 6 6 6 8 8 |
IV | Administrasi dan Manajemen Komunikasi Efektif Administrasi Lingkungan Negosiasi Sistem Informasi Manajemen Adm. Publik Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan Manajemen Keuangan Negara Pendekatan Sistem dalam Manajemen Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kolaborasi dan Pengem. Jaringan Kerja Manajemen Waktu Manajemen Stres | (66) 4 6 8 4 8 8 6 6 8 4 4 |
VPenerapan
Perencanaan Peningkatan Kinerja
Tugas baca
Kertas Kerja Perorangan
Kertas Please do not use illegal software...Kerja Kelompok
Praktek Kerja Lapangan Seminar | (160) 32 8 16 16 48 40 | |
IV | Lain-lain Pengarahan Program Evaluasi dan Ujian Jam Pimpinan Penjelasan Analisis Kasus Penjelasan KKT Penjelasan PKL | (38) 4 12 10 4 4 4 |
Jumlah Jam Pelajaran | 400 |
BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data instrumen penelitian berupa wawancara dan penyebaran kuesioner. Hasil kuesioner yang disebarkan kemudian diuji reliabilitas dan validitasnya. Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner yang terdiri dari 48 pertanyaan dalam 6 variabel (Dependen dan independen).
Hasil uji validitas dan reliabilitas adalah sebagai berikut, untuk Diklat ADUM dikatakan valid dan reliabel dimana nilainya adalah Y memiliki r = 0,8755, X1 memiliki r = 0,7416, X2 memiliki r = 0,7079, X3 memiliki r = 0,6790, X4 memiliki r = 0,8281 dan X5 memiliki r = 0,7618.
Sedangkan untuk Diklat SPAMA dikatakan valid dan reliabel dimana nilainya adalah Y memiliki r = 0,8467, X1 memiliki r = 0,7274, X2 memiliki r = 0,6581, X3 memiliki r = 0,7079, X4 memiliki r = 0,8159 dan X5 memiliki r = 0,7797.
Efektivitas Penyelenggaraan Diklat ADUM dan SPAMA
Penilaian menganai efektivitas tergantung pada sudut pandang penilaian. Penilaian mengenai efektivitas juga sulit untuk dilakukan karena kesulitan dalam cara mengukurnya, seperti kesulitan dalam mengukur efektivitas organisasi publik pada umumnya.
Namun demikian analisis mengenai efektivitas tetap dilakukan dengan mendasarkan pada indikator-indikator yang dikemukakan di depan oleh Esman dan juga dilakukan analisis menganai relevansi faktor-faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan diklat tersebut. , Efektivitas penyelenggaraan diklat dapat diukur berdasarkan tingkat pencapaian tujuan dalam program. Dalam penelitian ini dibahas mengenai indikator-indikator efektivitas penyelenggaraan program diklat sebagai berikut.
5.1.1. Realisasi Hasil Fisik (Kuantitas)
Program organisasi publik pada umumnya selalu menitik beratkan pada pencapaian tujuan hasil fisik (kuantitatif), dalam hal ini program penyelenggaraan diklat di DIKLAT Propinsi Jawa Barat di anggap efektif karena telah meluluskan sejumlah peserta.
Sebagai bukti bahwa pendekatan efektivitas dilakukan dengan melalui pendekatan kuantitatif lebih berperan dalam menilai efektivitas penyelenggaraan diklat struktural ADUM dan SPAMA dapat dilihat dalam tabel program dan realisasi peserta diklat ADUM dan SPAMA selama 3 (tiga) tahun yaitu dari tahun 1998 sampai dengan Tahun 2000 di bawah ini.
Tabel. 8
Target dan Realisasi Peserta Diklat ADUM dan SPAMA pada DIKLAT Propinsi Jawa Barat Dari Tahun 1998 s/d 2000
NO | TAHUN | DIKLAT ADUM | % | DIKLAT SPAMA | % | ||
TARGET | REALISASI | TARGET | REALISASI | ||||
1 | 1998 | 575 | 575 | 100 | 222 | 222 | 100 |
2 | 1999 | 380 | 379 | 99.7 | 228 | 227 | 99.6 |
3 | 2000 | 108 | 108 | 100 | 80 | 80 | 100 |
Sumber : Rencana dan Laporan Kegiatan DIKLAT Propinsi Jawa Barat Tahun 1998 s/d 2001
Dari tabel di atas dapat di lihat bahwa setiap tahunnya hampir semua target peserta diklat struktural baik ADUM maupun SPAMA dapat dicapai hampir 100%. Ini membuktikan bahwa diklat struktural ADUM maupun SPAMA secara kuantitas dapat direalisasikan dengan baik.
Selain itu ditunjang dengan Para Pegawai Negeri Sipil yang berada di lingkungan Propinsi Jawa Barat berlomba-lomba untuk dapat mengikuti program diklat struktural ADUM dan SPAMA sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, dimana peraturan ini menyatakan bahwa salah satu syarat untuk menduduki jabatan struktural harus mengikuti diklat struktural. Karena untuk tujuan utama dari program diklat ini yaitu sebagai dasar promosi jabatan.
Namun demikian, tidak semua peserta program diklat ADUM maupun SPAMA mendapat promosi jabatan, ini terbukti dengan kuesioner yang disebarkan oleh penulis kepada alumni peserta diklat ADUM dan SPAMA masing-masing sebanyak 70 orang. Dari 70 alumni ADUM tersebut, hanya 47 orang yang menduduki jabatan struktural sedangkan 23 orang tidak mendapatkan promosi jabatan struktural.
Demikian juga dengan alumni diklat SPAMA dari 70 orang hanya 57 orang yang menduduki jabatan struktural sedangkan 13 orang tidak menduduki jabatan struktural. Fakta ini menunjukan bahwa keikutsertaan dalam program diklat struktural baik ADUM maupun SPAMA bukan jaminan atau tidak merupakan satu-satunya kriteria dalam promosi jabatan seperti yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994.
Dengan demikian secara umum dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan diklat struktural yaitu diklat ADUM dan SPAMA adalah efektif dalam merealisasikan kuantitasnya (hasil fisik).
Kemampuan Pegawai Sebelum dan Setelah Mengikuti Diklat
Diklat ADUM
Seperti dikemukakan oleh kebanyakan para ahli administrasi negara seperti Osborn (1994) dan Dwiyanto (1995), mengukur tingkat pelayanan publik merupakan sesuatu yang sulit dilakukan karena memang sulit untuk diukur (dikuantitaskan), tidak seperti organisasi swasta yang berorientasi pasar, yang dapat dengan mudah mengukur produktivitas dengan membandingkan antara input dengan output. Pengukuran kinerja Pegawai Negei Sipil sangat sulit dilakukan, yang pada akhirnya penilaian hanya didasarkan kepada opini dan sikap masyarakat atau atasannya. Seperti yang dikemukakan salah satu pejabat dari Biro Kepegawaian :
Kemampuan para pegawai sesudah maupun sebelum mengikuti diklat ada berubahan tetapi tidak banyak karena setelah saya amati beberapa waktu, staf-staf saya yang mengikuti diklat ADUM kemampuannya relatif masih begitu, mereka ada perubahan sedikit, yang dulunya tidak bisa mengkonsep sekarang bisa meskipun membutuhkan waktu yang relatif lama, mungkin mereka malu masa tidak ada perubahan setelah mengikuti diklat.
Selain wawancara yang dilakukan di Biro Kepegawaian, penulis juga melakukan wawancara terhadap salah satu Pejabat yang ada di Biro Organisasi, beliau mengatakan :
Pengetahuan mereka mungkin bertambah namun kemampuan mereka masih tetap saja seperti dulu tidak ada perubahan yang berarti, ya…… meskipun ada perubahan tapi tidak banyak, misalnya mereka masih susah untuk membuat perencanaan/program kerja sendiri, bahkan membuat laporan hasil kerjapun sangat susah, padahal sudah saya arahkan sampai saya kejar-kejar.
Sejalan dengan hasil wawancara, penulis juga mencoba mengukur kemampuan peserta diklat dengan membandingkan kemampuan mereka sebelum mengikuti diklat dengan sesudah mengikuti diklat melalui kuesioner. Dari kuesioner yang disebarkan kepada responden diperoleh hasil jawaban sebagaimana tabel berikut :
Tabel. 9
Frekuensi Kemampuan Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat ADUM
Kemampuan Pegawai | Sesudah Mengikuti Diklat ADUM | ||
Mampu | Tidak Mampu | ||
Sebelum mengikuti Diklat ADUM | Mampu | 16 (A) | 0 (B) |
Tidak Mampu | 23 (C) | 31 (D) |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Keterangan :
A = Responden yang pernah mengikuti Diklat ADUM menyatakan sebelum dan sesudah mengikuti diklat mempunyai kemampuan, berjumlah 16 orang
B = Responden yang pernah mengikuti diklat ADUM sebelum diklat menyatakan mampu dan sesudah diklat menjadi tidak mampu.
C = Responden yang pernah mengikuti diklat ADUM sebelum diklat tidak mampu dan sesudah diklat menjadi mampu, sebanyak 23 orang
D = Responden yang pernah mengikuti Diklat ADUM menyataka sebelum dan sesudah diklat tidak mampu, sebanyak, 31 orang.
Untuk melengkapi hasil perhitungan pada tabel di atas, berikut ini dikemukakan frekuensi dan persentase kemampuan pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM pada tabel berikut ini :
Tabel. 10
Frekuensi dan Prosentase Kemampuan Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat ADUM
No | Kategori Kemampuan | Frekuensi | Persentase |
1 2 3 4 | MM TM MT TT | 16 23 0 31 | 22,85 32,86 0,00 44,29 |
Jumlah | 70 | 100 |
Sumber : Hasil Kuesioner
Keterangan :
MM = Responden yang pernah mengikuti Diklat ADUM menyatakan sebelum dan sesudah mengikuti diklat mempunyai kemampuan, berjumlah 16 orang atau 22,85 %
MT = Responden yang pernah mengikuti diklat ADUM sebelum
diklat menyatakan mampu dan sesudah diklat menjadi tidak mampu
TM = Responden yang pernah mengikuti diklat ADUM sebelum
diklat tidak mampu dan sesudah diklat menjadi mampu, sebanyak 23 orang atau 32,86%
TT = Responden yang pernah mengikuti Diklat ADUM menyataka
sebelum dan sesudah diklat tidak mampu, sebanyak, 31 orang atau 44,29%.
Dari 70 jawaban responden untuk indikator kemampuan sebelum mengikuti diklat dengan jumlah 9 pertanyaan terungkap bahwa kemampuan pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM diperoleh hasil jawaban seperti pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pegawai terbesar berada pada posisi TT (sebelum diklat ADUM tidak mampu dan sesudah diklat ADUM tetap tidak mampu) yaitu 44, 29%. Hal ini berarti bahwa pada umumnya para pegawai yang mengikuti diklat ADUM tidak memperoleh tambahan pengetahuan dan kemampuan serta tidak adanya perubahan sikap yang lebih baik, artinya mereka menjadi tidak mengerti dan tidak mampu melaksanakan tugas-tugas setelah mengikuti diklat ADUM.
Sedangkan jumlah pegawai dalam posisi MM (sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM mampu) yaitu 22,85% yang berari tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM. Hal ini diduga disebabkan karena sejak sebelum mengikuti diklat ADUM mereka sudah mengerti materi yang dibicarakan, terutama bagi mereka yang berpendidikan sarjana ilmu-ilmu sosial, karena sewaktu mereka duduk di bangku kuliah sudah mendapatkan materi yang diajarkan dalam diklat ADUM.
Selanjutnya jumlah pegawai yang berada pada posisi TM (sebelum diklat tidak mampu dan sesudah diklat ADUM mampu) sebanyak 23 pegawai atau 32,86%. Hal ini berarti bahwa para pegawai yang mengikuti diklat ADUM memperoleh tambahan pengetahuan dan kemampuan serta adanya perubahan sikap yang lebih baik, artinya mereka menjadi mengerti dan mampu melaksanakan tugas-tugas setelah mengikuti diklat ADUM.
Dari hasil kuesioner di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggraan program diklat ADUM dalam mengasilkan alumninya secara kualitas belum efektif, ini dapat dibandingkan dengan hasil antara TM dan TT, dimana persentase TM adalah lebih kecil yaitu sebesar 32,86% sedangkan persentase TT lebih besar yaitu 44,29%
Diklat SPAMA
Lain halnya dengan diklat ADUM, diklat SPAMA menunjukkan bahwa alumni diklat SPAMA sebelum mengikuti pendidikan menunjukan kemampuan yang cukup baik. Berikut ini merupakan hasil wawancara dengan Kepala Biro Kepegawaian :
Pada umumnya mereka bekerja sebelum dan sesudah mengikuti diklat struktural SPAMA cukup baik, meskipun masih ada yang menunjukkan kinerja yang kurang dan itu pun hanya sebagian kecil.
Sejalan dengan hasil wawancara, penulis juga mengukur kemampuan para alumni diklat SPAMA dengan membandingkan kemampuan mereka sebelum mengikuti diklat dengan sesudahnya melalui kuesioner. Dari kuesioner tersebut diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut :
Tabel. 11
Frekuensi Kemampuan Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat SPAMA
Kemampuan Pegawai | Sesudah Mengikuti Diklat SPAMA | ||
Mampu | Tidak Mampu | ||
Sebelum mengikuti Diklat SPAMA | Mampu | 45 (A) | 0 (B) |
Tidak Mampu | 12 (C) | 13 (D) |
Sumber : Hasil Kuesioner
Keterangan :
A = Responden yang pernah mengikuti Diklat SPAMA menyatakan sebelum dan sesudah mengikuti diklat mempunyai kemampuan, berjumlah 45 orang
B = Responden yang pernah mengikuti diklat SPAMA sebelum diklat menyatakan mampu dan sesudah diklat menjadi tidak mampu berjumlah 0 orang.
C = Responden yang pernah mengikuti diklat SPAMA sebelum diklat tidak mampu dan sesudah diklat menjadi mampu, sebanyak 12 orang
D = Responden yang pernah mengikuti Diklat SPAMA menyataka sebelum dan sesudah diklat tidak mampu, sebanyak, 13 orang.
Untuk melengkapi hasil perhitungan pada tabel di atas, berikut ini dikemukakan frekuensi dan persentase kemampuan pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA pada tabel berikut ini
Tabel. 12
Frekuensi dan Prosentase Kemampuan Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat SPAMA
No | Kategori Kemampuan | Frekuensi | Persentase |
1 2 3 4 | MM TM MT TT | 45 12 0 13 | 64,28 17,14 0,00 18,58 |
Jumlah | 70 | 100 |
Sumber : Hasil Kuesioner
Keterangan :
MM = Responden yang pernah mengikuti Diklat SPAMA menyatakan
menyatakan sebelum dan sesudah mengikuti diklat mempunyai kemampuan, berjumlah 45 orang atau 64,28%.
MT = Responden yang pernah mengikuti diklat SPAMA sebelum
diklat menyatakan mampu dan sesudah diklat menjadi tidak mampu berjumkah 0 orang atau 00,00%.
TM = Responden yang pernah mengikuti diklat SPAMA sebelum
diklat tidak mampu dan sesudah diklat menjadi mampu, sebanyak 12 orang atau 17,14%
TT = Responden yang pernah mengikuti Diklat SPAMA menyataka
sebelum dan sesudah diklat tidak mampu, sebanyak, 13 orang atau 18,58%.
Dari 70 jawaban responden untuk indikator kemampuan sebelum mengikuti diklat dengan jumlah 9 pertanyaan terungkap bahwa kemampuan pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA diperoleh hasil jawaban seperti pada tabel di atas. Dati tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pegawai dalam posisi MM (sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA mampu) yaitu 45 orang atau 64,28% yang berari tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA. Hal ini diduga disebabkan karena sejak sebelum mengikuti diklat SPAMA mereka sudah mengerti materi yang dibicarakan, terutama bagi mereka yang berpendidikan sarjana ilmu-ilmu sosial, karena sewaktu mereka duduk di bangku kuliah sudah mendapatkan materi yang diajarkan dalam diklat SPAMA serta pada umumnya mereka telah berpengalaman dalam bekerja.
Sedangkan jumlah pegawai yang berada pada posisi TM (sebelum diklat SPAMA tidak mampu dan sesudah diklat SPAMA menjadi mampu) yaitu 12 orang atau 17,14%. Hal ini berarti bahwa para pegawai yang mengikuti diklat SPAMA memperoleh tambahan pengetahuan dan kemampuan serta adanya perubahan sikap yang lebih baik, artinya mereka menjadi mengerti dan mampu melaksanakan tugas-tugas setelah mengikuti diklat SPAMA hanya 12 orang dari 70 orang yang dijadikan responden atau hanya 17,14%.
Selanjutnya jumlah pegawai yang berada pada posisi TT (sebelum dan sesudah diklat SPAMA tidak mampu/tidak ada perubahan) sebanyak 13 orang atau 18,57%. Kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas sehari-hari baik sebelum maupun sesudah mengikuti Diklat SPAMA tidak mampu diduga disebabkan karena mereka tidak mengerti materi yang diberikan oleh tenaga pengajar, semangat dari peserta yang kurang dan hanya menganggap sebagai persyaratan untuk mencapai apa yang tertera dalam PP No. 14 tahun 1994 yaitu sebagai syarat untuk menduduki jabatan struktural eselon III saja tanpa mementingkan kualitasnya.
Perubahan Perilaku.
Salah satu indikator yang penulis pergunakan dalam mengukur evektivitas penyelenggaraan diklat lainnya adalah perubahan perilaku yang tercermin dalam Disiplin yaitu kemampuan menyelesaikan tugas tepat waktu dan ketidakhadiran yang menurun.
Diklat ADUM
Dari hasil wawancara yang penulis lakukan, diperoleh jawaban bahwa masih banyak para pegawai di lingkungan Biro Kepegawaian, Biro Organisasi dan Biro Penyusunan Program serta di lingkungan DIKLAT sendiri yang masih melalaikan tugas-tugas atau mengerjakan tugas tidak tepat waktu. Berikur ini merupakan salah satu hasil wawancara dengan salah satu Kepala Bagian di lingkungan Biro Penyusunan Program :
Saya tidak melihat banyak perubahan yang terlihat pada staf-sataf saya yang telah mengikuti diklat ADUM karena tugas-tugas yang diberikan kepada mereka tetap saja banyak yang tertunda dan selesai setelah saya kejar-kejar (ditanyakan terus).
Tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Kepala Sub Bagian Administrasi dan Umum DIKLAT Propinsi Jawa Barat :
Dibagian Umum ini banyak sekali yang harus dikerjakan yang menyangkut pekerjaan administrasi baik itu melayani peserta maupun menjawab surat-surat yang masuk, saya telah menugaskan kepada staf saya untuk mengkonsep surat dan mengetiknya tapi mereka lambat sekali dalam mengerjakannya. Padahal saya telah memberitahu poin-poinnya, tetapi masih tetap begitu, sehingga pekerjaan yang tadinya harus cepat menjadi lambat dan membuat pekerjaan lainb terbengkalai.
Selain mengadakan wawancara, penulis juga menyebarkan kuesioner kepada responden mengenai ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas dengan membandingkan sebelum mereka mengikuti diklat dengan sesudahnya melalui kuesioner. Dari kuesioner tersebut diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut :
Tabel. 13
Frekuensi Perubahan Sikap/Disiplin Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat ADUM
Perubahan Perilaku/Sikap Pegawai | Sesudah Mengikuti Diklat ADUM | ||
Baik | Kurang Baik | ||
Sebelum mengikuti Diklat ADUM | Baik | 24 (A) | 0 (B) |
Kurang Baik | 20 (C) | 26 (D) |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Keterangan :
A = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum dan
sesudah mengikuti diklat ADUM dalam kategori baik, berjumlah 24 orang
B = Responden yang menyatakan siklap/disiplin sebelum mengikuti
diklat ADUM dalam kategori Baik dan sesudahnya menjadi kurang baik, berjumlah 0 orang.
C = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum mengikuti diklat ADUM dalam kategori kurang baik dan sesudahnya menjadi baik, sebanyak 20 orang
D = Responden yang menyataka sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM dalam kategori kurang baik, sebanyak, 26 orang.
Untuk melengkapi hasil perhitungan pada tabel di atas, berikut ini dikemukakan frekuensi dan persentase perubahan sikap/disiplin pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM pada tabel berikut ini :
Tabel. 14
Frekuensi dan Prosentase Perubahan Sikap/Disiplin Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat ADUM
No | Kategori Sikap | Frekuensi | Persentase |
1 2 3 4 | BB BK KB KK | 24 0 20 36 | 35,71 00,00 27,14 37,15 |
Jumlah | 70 | 100 |
Sumber : Hasil Kuesioner
Keterangan :
BB = Responden yang menyatakan Sikap/Disiplin sebelum dan
sesudah mengikuti diklat ADUM dalam kategori Baik berjumlah 24 orang atau 35,71%
BK = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum mengikuti
diklat ADUM dalam kategori Baik dan sesudahnya menjadi Kurang Baik, berjumlah 0 orang atau 00,00%.
KB = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum mengikuti diklat ADUM dalam kategori kurang baik dan sesudahnya menjadi baik, sebanyak 20 orang atau 27,14%
KK = Responden yang menyataka sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM dalam kategori kurang baik, sebanyak 26 orang atau 37,15 %.
Dari 70 jawaban responden untuk indikator perubahan Perilaku/sikap yang tercermin dalam ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas/pekerjaan dan ketidakhadiran yang menurun yaitu sebelum mengikuti diklat dengan jumlah 8 pertanyaan terungkap bahwa Sikap/disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM diperoleh hasil jawaban seperti pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pegawai terbesar berada pada posisi KK (sebelum diklat ADUM sikap/disiplin kurang baik dan sesudah diklat ADUM tetap kurang baik) yaitu 37,15%. Hal ini berarti bahwa pada umumnya para pegawai yang mengikuti diklat ADUM tidak mengalami perubahan sikap/disiplin.
Sedangkan jumlah pegawai dalam posisi BB (sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM sikap/disiplin baik) yaitu 35,71% yang berari tidak ada perbedaan perubahan sikap/disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM.
Selanjutnya jumlah pegawai yang berada pada posisi KB (sebelum diklat ADUM sikap/disiplin kurang baik dan sesudahnya menjadi baik) sebanyak 20 pegawai atau 27,14%. Hal ini berarti bahwa para pegawai yang mengikuti diklat ADUM mengalami perubahan sikap/disiplin yang lebih baik, artinya mereka menjadi tepat waktu dalam melaksanakan tugas-tugas dan kehadirannyapun menagalami peningkatan setelah mengikuti diklat ADUM.
Dari hasil kuesioner di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggraan program diklat ADUM dalam merubah sikap/displin alumninya belum efektif, ini dapat dibandingkan dengan hasil antara KB dan KK, dimana persentase KB adalah lebih kecil yaitu sebesar 27,14% sedangkan persentase KK lebih besar yaitu 37,15%.
Diklat SPAMA
Berbeda dengan diklat ADUM, diklat SPAMA menunjukkan bahwa alumni diklat SPAMA sebelum mengikuti pendidikan menunjukkan sikap/disiplin yang cukup baik. Berikut ini merupakan hasil wawancara dengan Kepala Biro Penyusunan Program :
Pada umumnya sikap/disiplin mereka sebelum dan sesudah mengikuti diklat cukup baik, meskipun masih ada yang menunjukkan sikap/disiplin kurang tapi itu wajar karena jumlahnya relatif sedikit, mungkin mereka kecewa, karena setelah mengikuti diklat mereka tetap dalam posisi semula dan tidak mendapatkan promosi untuk jabatan yang lebih tinggi sesuai dengan diklat yang diikutinya, bahkan ada dari mereka yang bahkan setelah mengikuti diklat SPAMA malahan menjadi staf.
Sejalan dengan hasil wawancara, penulis juga mengukur perubahan sikap para alumni diklat SPAMA dengan membandingkan sikap/disiplin mereka sebelum mengikuti diklat dengan sesudahnya melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden. Dari kuesioner tersebut diperoleh hasil sebagaimana tabel berikut :
Tabel. 15
Frekuensi Perubahan Sikap/Displin Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat SPAMA
Perubahan Sikap Pegawai | Sesudah Mengikuti Diklat SPAMA | ||
Baik | Kurang Baik | ||
Sebelum mengikuti Diklat SPAMA | Baik | 49 (A) | 0 (B) |
Kurang Baik | 12 (C) | 9 (D) |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Keterangan :
A = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum dan
sesudah mengikuti diklat SPAMA dalam kategori Baik berjumlah 49 orang
B = Responden yang menyatakan siklap/disiplin sebelum mengikuti
diklat SPAMA dalam kategori Baik dan sesudahnya menjadi Kurang Baik, berjumlah 0 orang.
C = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum mengikuti diklat SPAMA dalam kategori tidak baik dan sesudahnya menjadi baik, sebanyak 12 orang
D = Responden yang menyataka sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA dalam kategori kurang baik, sebanyak, 9 orang.
Untuk melengkapi hasil perhitungan pada tabel di atas, berikut ini dikemukakan frekuensi dan persentase perubahan sikap/disiplin pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA pada tabel berikut ini :
Tabel. 16
Frekuensi dan Prosentase Sikap/Disiplin Pegawai
Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat SPAMA
No | Kategori Sikap | Frekuensi | Persentase |
1 2 3 4 | BB BK KB KK | 49 0 12 9 | 70,00 00,00 17,14 12,86 |
Jumlah | 70 | 100 |
Sumber : Hasil Kuesioner
Keterangan :
BB = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum dan
sesudah mengikuti diklat SPAMA dalam kategori baik berjumlah 49 orang atau 70,00%
BK = Responden yang menyatakan siklap/disiplin sebelum mengikuti
diklat SPAMA dalam kategori baik dan sesudahnya menjadi kurang baik, berjumlah 0 orang atau 00,00%.
BK = Responden yang menyatakan sikap/disiplin sebelum mengikuti diklat SPAMA dalam kategori kurang baik dan sesudahnya menjadi baik, sebanyak 12 orang atau 17,14%
KK = Responden yang menyataka sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA dalam kategori kurang baik, sebanyak 9 orang atau 12,86 %.
Dari 70 jawaban responden untuk indikator perubahan sikap/disiplin yang tercermin dalam ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas/pekerjaan dan ketidakhadiran yang menurun yaitu sebelum mengikuti diklat dengan jumlah 8 pertanyaan terungkap bahwa sikap/disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA diperoleh hasil jawaban seperti pada tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah pegawai terbesar berada pada posisi BB (sebelum dan sesudah diklat SPAMA sikap/disiplin dalam kategori baik) yaitu sebanyak 49 orang atau 70,00%. Hal ini berarti bahwa pada umumnya para pegawai yang mengikuti diklat SPAMA tidak mengalami perubahan sikap/disiplin dalam arti sebelum dan sesudah mengikuti diklat mereka masih disiplin.
Sedangkan jumlah pegawai dalam posisi KB (sebelum mengikuti diklat SPAMA sikap/disiplinnya dalam kategori kurang baik dan sesudahnya dalam kategori baik) yaitu sebanyak 12 pegawai atau 17,14% yang berarti ada perubahan sikap/disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA.
Selanjutnya jumlah pegawai yang berada pada posisi KK (sebelum dan sesudah mengikuti diklat ADUM mempunyai sikap/disiplin dalam kategori kurang baik) sebanyak 9 pegawai atau 12,86%. Hal ini berarti bahwa para pegawai yang mengikuti diklat ADUM tidak mengalami perubahan sikap/disiplin, artinya sikap/disiplin mereka sebelum dan sesudah mengikuti diklat SPAMA tidak mengalami perubahan, mereka masih belum bisa mengerjakan pekerjaan tepat waktu dan tingkat kehadiran mereka masih kurang.
Dari hasil kuesioner di atas dapat disimpulkan bahwa penyelenggraan program diklat SPAMA dalam merubah sikap/displin alumninya cukup efektif, ini dapat dibandingkan dengan hasil antara KB dan KK, dimana persentase KB adalah lebih besar yaitu sebesar 17,14% sedangkan persentase KK lebih kecil yaitu 12,86%.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Efektivitas Penyelenggaraan Program Diklat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas penyelenggaraan Program diklat adalah sebagai berikut :
Tujuan Penyelenggaraan Program Diklat
Diklat ADUM
Penetapan tujuan merupakan tahap awal dari suatu pelaksanaan suatu pendidikan dan pelatihan. Penilaian kegagalan dan keberhasilan suatu program diklat dapat dilihat dari pencapaian tujuan dan sasaran-sasarannya (Swaib : 2000). Oleh karena itu sangatlah penting menentukan kondisi dan perilaku yang dapat mendukung tercapainya tujuan dan sasaran tersebut. Selain itu juga harus ada standar untuk mengukur tujuan dan sasaran ini. Tujuan harus dirumuskan dengan jelas, spesifik dan dirumuskan dalam jangka waktu yang rasional, serta ditetapkan berdasarkan kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang diidentifikasikan melalui penilaian kebutuhan.
Sayangnya dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa tujuan atau sasaran diklat ADUM tidak didasarkan pada penilaian kebutuhan tetapi lebih didasarkan pada Peraturan Pemerintah seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 yang merupakan tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum dan Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Lembaga Negara Nomor: 931/IX/6/41998 yang merupakan tujuan Diklat ADUM secara Khusus
Tujuan pendidikan dan pelatihan secara umum seperti yang tercantum dalam PP No. 14 tahun 1994 adalah :
Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan dan pegawai Negeri Sipil kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasara 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia.
Menanamkan kesamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Menetapkan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pengembangan partisipasi masyarakat.
Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan/atau keterampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil.
Sedangkan tujuan diklat ADUM secara khusus seperti yang tercantum dalam Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Lembaga Negara Nomor: 931/IX/6/41998 adalah :
untuk membentuk Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kepribadian dan sikap dasar sebagai aparatur negara yang berdisiplin, berjiwa pengabdian, berdedikasi dan mempunyai etos kerja profesional dalam memberikan pelayanan kepa da masyarakat ;
memiliki wawasan dasar administrasi negara secara komprehensif
memiliki kemampuan dasar mengelola administrasi perkantoran
memiliki keterampilan operasional dalam bidang kepemimpinan dan manajerial
Karena tujuan dan sasarannya tidak didasarkan pada perkiraan kebutuhan, tetapi lebih menitikberatkan pada Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1994 dan Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Lembaga Negara Nomor: 931/IX/6/41998, berarti ini merupakan keharusan politik, maka secara otomatis lebih berorientasi politik bukannya orientasi kinerja. Kepentingan politik dangan segala bentuk dan caranya menghambat kinerja pendidikan dan pelatihan.
Selain itu kelemahan dari diklat ADUM ini adalah adanya kesenjangan antara tujuan umum dan tujuan khusus. Kontradiksi ini terlihat dalam penekanan sasaran umum yang menekankan pada kepentingan politik sedangkan tujuan khusus pada kinerja. Ini sangat berpengaruh pada efektivitas penyelenggaraan diklat ADUM. Dengan demikian sulit kiranya untuk mencapai efektivitas penyelenggaraan diklat secara keseluruhan.
Oleh karena itu diklat ADUM berlangsung tanpa mengetahui perubahan perilaku yang seharusnya terjadi dan tidak ada standar untuk mengukur pencapaian sasaran dan sasarannya pun tidak dirumuskan secara jelas dan spesifik, oleh karena itu tidak mengherankan bila kondisi tetap sama baik sebelum mengikuti diklat maupun sesudah mengikuti diklat seperti hasilnya dapat dilihat pada tabel 13.
Selain itu penulis juga menyebarkan kuesioner kepada 70 orang alumni diklat ADUM yang menyangkut dengan tujuan penyelenggaraan diklat ADUM hubungannya dengan pemahaman dan penyelenggaraan diklat, kesesuai dengan tugas sehari-hari. Dari 70 jawaban dengan indikator tujuan penyelenggaraan diklat, dengan 5 pertanyaan diperoleh rata-rata nilai skor 2,6 dan masuk dalam kategori kurang baik. Adapun rekapitulasi hasil skor jawaban terlihat dalam tabel berikut ini :
Tabel. 17
Rekapitulasi Kuesioner Tentang
Tujuan Penyelenggaraan Program Diklat ADUM
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 0 | 44 21 20 25 31 | 16 36 43 33 35 | 10 7 5 6 3 | 0 0 0 0 0 | 203 184 191 179 180 | 2.7 2.6 2.6 2.6 2.6 |
Rata-rata Skor | 2.6 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Diklat SPAMA
Sama dengan Diklat ADUM bahwa tujuan umum dari Diklat SPAMA adalah seperti yang tercantum dalam PP No. 14 Tahun 1994, sedangkan tujuan khususnya berdasarkan Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara Nomor : 932/IX/6/41998, yaitu untuk membentuk kepribadian dan sikap, memberikan pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan kepemimpinan, mempunyai kemampuan dalam memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan kegiatan serta mempunyai kemampuan dalam pelaksanaan program secara terkoordinasi, tertib, efektif dan efisien.
Permasalahan berkaitan dengan tujuan atau sasaran dalam semua jabatan struktural mengalami kondisi yang sama. Seperti diklat ADUM, tujuan atau sasaran diklat SPAMA juga tidak didasarkan pada penilaian kebutuhan karena tujuan-tujuannya sudah dirumuskan dalam UU No. 14 tahun 1994 dan Keputusan Ketua Lembaga Administrasi Negara Nomor : 932/IX/6/41998.
Tidak adanya perkiraan kebutuhan dalam penetapan tujuan berakibat munculnya anggapan bahwa kebutuhan PNS eselon III, IV dan V sama saja. Padahal secara logis dan praktis peran PNS memiliki tanggung jawab yang berbeda, sehingga program dan sasaran khususnya seharusnya berbeda pula. Oleh karena itu diklat SPAMA berlangsung tanpa mengetahui perubahan perilaku yang seharusnya terjadi dan tidak ada standar untuk mengukur pencapaian sasaran dan sasarannya pun tidak dirumuskan secara jelas dan spesifik, oleh karena itu tidak mengherankan bila kondisi tetap sama baik sebelum mengikuti diklat maupun sesudah mengikuti diklat seperti hasilnya dapat dilihat pada tabel. 10
Namun demikian berdasarakan hasil kuesioner Diklat SPAMA yang menyangkut tujuan penyelenggaraan diklat hubungannya dengan pemahaman dan kesesuaian tujuan dengan pelaksanaan tugas, dari jawaban indikator tujuan penyelenggaraan diklat dengan 5 pertanyaan diperoleh nilai total rata-rata skor 2,7 dan masuk dalam kategori cukup baik, hal ini disebabkan tingkat pemahaman mereka terhadap tujuan penyelenggaraan diklat lebih baik dibandingkan dengan peserta diklat ADUM. Adapun rekapitulasi hasil skor jawaban terlihat dalam tabel berikut :
Tabel. 18
Rekapitulasi Kuesioner Tentang
Tujuan Penyelenggaraan Program Diklat SPAMA
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 0 | 24 25 14 38 34 | 36 42 56 32 36 | 10 3 0 0 1 | 0 0 0 0 0 | 196 188 196 172 178 | 2.8 2.7 2.8 2.5 2.6 |
Rata-rata Skor | 2.6 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Kurikulum Diklat
Diklat ADUM
Kelemahan kurikulum diklat ADUM adalah dibuat secara sentral oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta. Hal ini berarti bahwa kurikulum diklat ADUM tidak memperhitungkan kebutuhan bidang-bidang tertentu untuk jabatan-jabatan khusus, tetapi hanya berdasarkan kebutuhan umum dari semua kelompok, yang berarti terdapat asumsi bahwa kurikulum untuk semua peserta sama, karena lemahnya perkiraan kebutuhan. Lemahnya perkiraan kebutuhan memaksakan kurikulum menjadi bersifat umum dan mengakibatkan beberapa subjek memang relevan dengan peserta tertentu tetapi tidak relevan bagi peserta yang lain.
Hal ini terbukti dari 70 kuesioner yang disebarkan kepada alumni diklat ADUM, dimana masing-masing diberikan 5 pertanyaan dengan rata-rata skor 2,6 dan termasuk dalam kategori kurang baik. Adapun rekapitulasi hasil skor jawaban terlihat dalam Tabel berikut ini :
Tabel. 19
Rekapitulasi Kuesioner Tentang Kurikulum Diklat ADUM
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 0 | 66 48 12 48 12 | 14 21 43 21 43 | 0 1 15 1 15 | 0 0 0 0 0 | 154 163 213 163 213 | 2.2 2.3 3.0 2.3 3.0 |
Rata-rata Skor | 2.6 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Diklat SPAMA
Sama halnya dengan kurikulum diklat ADUM, kurikulum diklat SPAMA pun tidak memperhitungkan kebutuhan bidang-bidang tertentu untuk jabatan-jabatan khusus, tetapi hanya berdasarkan kebutuhan umum dari semua kelompok, yang berarti terdapat asumsi bahwa kurikulum untuk semua peserta sama.
Karena tidak adanya perkiraan kebutuhan dan didasarkan pada kebutuhan umum, sehingga kurikulum menjadi bersifat umum dan mengakibatkan beberapa subjek memang relevan dengan peserta tertentu tetapi tidak relevan bagi peserta yang lain.
Hal ini terbukti dari 70 kuesioner yang disebarkan kepada alumni diklat SPAMA, dimana masing-masing diberikan 5 pertanyaan dengan rata-rata skor 2,6 dan termasuk dalam kategori kurang baik. Adapun rekapitulasi hasil skor jawaban terlihat dalam Tabel berikut ini :
Tabel. 20
Rekapitulasi Kuesioner Tentang Kurikulum Diklat SPAMA
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 0 | 30 48 18 48 19 | 36 21 42 21 44 | 4 1 10 1 7 | 0 0 0 0 0 | 184 163 201 163 198 | 2.6 2.3 2.9 2.3 2.8 |
Rata-rata Skor | 2.6 |
Sumber : Hasil Kuesionera diolah
Metode Diklat
Metode yang dipergunakan dalam diklat ADUM maupun SPAMA adalah sama seperti yang tercantum dalam Keputusan Ketua LAN RI No. 931/IX/6/4/1994, yaitu Ceramah, Studi Kasus, dan Diskusi. Sedangkan pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan andragogi, karena semua pesertanya adalah orang dewasa. Tetapi sayangnya pendekatan ini hanyalah teoritis tanpa diikuti pendekatan praktek dan tidak mencerminkan komitmen untuk mewujudkan asumsi-asumsi metode ini dalam praktek, sehingga menyebabkan pelaksanaan diklat baik ADUM maupun SPAMA menjadi tidak efektif.
Dalam penelitian ini terungkap dari jawaban 70 responden alumni diklat ADUM dan 70 jawaban responden Alumni diklat SPAMA dalam 5 pertanyaan yang diajukan diperoleh rata-rata skor jawaban 2,5 untuk ADUM dan 2,5 untuk SPAMA semuanya dalam kategori kurang baik. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam rekapitulasi jawaban responden berikut ini :
Tabel. 21
Rekapitulasi Kuesioner Tentang
Penggunaan Metoda Dalam Diklat ADUM
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 0 | 22 56 48 16 43 | 47 14 21 38 21 | 1 0 1 16 6 | 0 0 0 0 0 | 189 154 163 209 174 | 2.7 2.2 2.3 3.0 2.5 |
Rata-rata Skor | 2.5 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Tabel. 22
Rekapitulasi Kuesioner Tentang
Penggunaan Metoda Dalam Diklat SPAMA
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 0 | 42 48 56 17 22 | 22 21 14 37 47 | 6 1 0 16 1 | 0 0 0 0 0 | 174 163 154 209 189 | 2.5 2.3 2.2 3.0 2.7 |
Rata-rata Skor | 2.5 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Kualifikasi Tenaga Pengajar
Variabel Pengajar dalam diklat struktural baik ADUM maupun SPAMA disebut Widyaiswara. Arti penting Pengajar tidak perlu diragukan lagi dan merupakan suatu kebutuhan dan keharusan untuk menenpatkan orang yang tepat dalam memberikan pelajaran dengan metoda yang tepat untuk mencapai sasaran yang diinginkan dalam suatu penyelenggaraan diklat.
Bagaimanapun materi yang baik (tujuan, kurikulum dan metoda), bila tidak didukung oleh Pengajar (Widyaiswara) yang kompeten dalam diklat, maka kemungkinan penyelenggaraan diklat yang efektif relatif kecil.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa penyelenggaraan diklat di DIKLAT Propinsi Jawa Barat mengalami keterbatasan Pengajar/Widyaiswara baik segi kualitas. Seperti dapat dilihat dari hasil kuesioner mengenai pengajar (widyaiswara) di dapat sejumlah 70 jawaban dari para Alumni ADUM dengan 10 pertanyaan yaitu memiliki total rata-rata skor 2,55 dan termasuk kategori kurang baik. Sedangkan dari 70 jawaban Alumni diklat SPAMA dengan 10 pertanyaan didapat total rata-rata skor 2,56 dan termasuk dalam kategori kurang baik juga. Adapun rekapitulasi hasil skor jawaban dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel. 23
Rekapitulasi Kuesioner Tentang Kualifikasi
Tenaga Pengajar/ Widyaiswara Diklat ADUM
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 | 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 | 38 33 52 47 49 46 45 40 39 53 | 21 25 10 11 10 8 11 13 26 9 | 10 12 8 12 11 16 14 17 5 8 | 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 | 180 190 166 175 172 180 179 187 176 165 | 2.6 2.7 2.4 2.5 2.5 2.6 2.6 2.7 2.5 2.4 |
Rata-rata Skor | 2.55 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Tabel. 24
Rekapitulasi Kuesioner Tentang Kualifikasi
Tenaga Pengajar/widyaiswara Diklat SPAMA
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 | 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 | 37 31 51 45 49 46 45 40 34 52 | 21 27 11 13 10 8 11 13 31 10 | 11 12 8 12 11 16 14 17 5 8 | 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 | 182 191 167 177 172 180 179 187 181 166 | 2.6 2.7 2.4 2.5 2.5 2.6 2.6 2.7 2.6 2.4 |
Rata-rata Skor | 2.56 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Keterbatasan kualitas pengajar/widyaiswara mengakibatkan pengajar mengambil dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi seperti universitas. Bagaimanapun hal ini bukan merupakan solusi karena para pengajar dari universitas meskipun memadai dari segi kualitas dan memberikan popularitas serta prestise pada lembaga DIKLAT karena menggunakan tenaga pengajar yang berkualitas tinggi dengan gelar-gelar mereka seperti profesor, doktor, yang sebenarnya mereka kurang memenuhi syarat dalam program diklat karena jarang di antaranya yang memiliki orientasi pada program diklat. Walaupun para profesor atau Doktor ini adalah pengajar yang mungkin berpengalaman mengajar selama puluhan tahun, kiranya mereka juga perlu diberitahu untuk dapat berorientasi pada program diklat, karena ada perbedaan antara mengajar di universitas dengan di program diklat pegawai.
Kurangnya kualitas pengajar/Widyaiswara di DIKLAT Propinsi Jawa Barat disebabkan karena pada umumnya yang menjadi widyaiswara itu hanya orang-orang yang melepaskan diri dari jabatan struktural dari instansi lain dikarenakan untuk menghindari orang (perselisihan). Bukan hanya itu saja, untuk menjadi widyaiswara itu mereka rata-rata hanya untuk memperpanjang usia pensiun mereka karena rata-rata orang yang menjadi widyaiswara sudah tua dan 2 atau 3 tahun sebelum menginjak usia pensiun.
Secara keseluruhan kurang memadainya Widyaiswara di DIKLAT Propinsi Jawa Barat menyebabkan ketergantungan pada pengajar dari lembaga-lembaga lain, diantaranya universitas yang kurang berorientasi pada kegiatan-kegiatan dalam program diklat, yang pada akhirnya sangat membatasi efektivitas penyelenggaraan diklat.
Evaluasi
Evaluasi dilakukan terutama untuk mengetahui keberhasilan proses pengajaran dan pembelajaran yang dilakukan. Dengan evaluasi dapat diketahui bagian-bagian kurikulum yang perlu diganti dan terlebih lagi bagian-bagian yang tidak relevan atau memiliki kelemahan. Evaluasi juga dapat menunjukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelemahan-kelemahan dalam kurikulum, proses pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian untuk mengetahui dampak pendidikan dan pelatihan maka evaluasi sangat perlu dilakukan. Evaluasi dilakukan baik selama proses diklat berlangsung dengan tujuan untuk dapat mengoreksi segala sesuatu yang tidak berjalan semestinya, maupun pada saat proses pelatihan berakhir untuk mengetahui segala sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan rencana. Evaluasi juga berguna untuk memastikan perubahan yang terjadi pada para peserta sebelum dan sesudah proses diklat.
Evaluasi yang dilksanakan di DIKLAT Propinsi Jawa Barat hanya dalam segi proses saja yang dimulai sejak awal penyelenggaraan diklat sampai dengan akhir penyelenggaraan diklat. Ini terbukti dengan adanya pretest yang diberikan kepada peserta baik diklat ADUM maupun diklat SPAMA. Sedangkan apada akhir diklat dilaksanakan postest. Begitupun dengan evaluasi proses penyelenggaraan diklat, sampai dengan evaluasi pengajar (widyaiswara).
Evaluasi proses yang dilaksanakanpun (evaluasi widyaiswara, para peserta, implementasi program, metoda) hanya dilakukan dengan metode kuesioner, metode ini tidak hanya tidak efektif tetapi juga bias. Formulir kuesioner yang diberikan kepada para peserta selama pelatihan baik itu menyangkut evaluasi program, evaluasi para pengajar (widyaiswara), evaluasi penyelenggara dan penyelenggaraan, semuanya dikumpul, tetapi tidak pernah ditindaklanjuti.
Berikut ini hasil wawancara dari salah satu Kepala Bidang di DIKLAT Propinsi Jawa Barat :
Evaluasi untuk penyelenggaraan diklat baik dari awal sampai dengan akhir semuanya kami laksanakan, namun selama ini tidak pernah hasilnya ditindak lanjuti.
Semua evaluasi yang dilakukan di DIKLAT Propinsi Jawa Barat hanya pada tingkat proses dan tidak pernah dilakukan pada tingkat dampak. Berikut ini hasil wawancara dengan kepala Bidang Evaluasi di DIKLAT Propinsi Jawa Barat :
Evaluasi dampak diklat selama ini tidak pernah dilakukan baik itu diklat struktural maupun diklat fungsional, yang kami lakukan hanya evaluasi terhadap peserta selama mengikuti diklat, baik itu eveluasi peserta, evaluasi widyaiswara, evaluasi penyelenggara, semuanya hanya pada waktu evaluasi menyangkut prosesnya saja.
Selain itu penulis juga melakukan kros cek mengenai evaluasi ini kepada alumni diklat ADUM dan diklat SPAMA. Dari hasil jawaban responden menyatakan bahwa pretes dan post test dilakukan, begitupun dengan evaluai terhadap penyelenggara maupun pengajar (Widyaiswara). Yang tidak pernah meraka dapatkan mengenai evaluasi dampak.
Berikut ini mengenai 70 jawaban responden alumni dikllat ADUM dan 70 jawaban responden menganai evaluasi dengan masing-masing 5 pertanyaan yaitu untuk diklat ADUM memiliki total rata-rata 2,6 dan untuk diklat SPAMA memiliki total rata-rata 2,6 dan keduanya termasuk dalam kategori kurang baik. Berikut ini rekapitulasi hasil skor jawaban terlihat pada tabel di bawah ini ;
Tabel. 25
Rekapitulasi Kuesioner Tentang
Evaluasi Penyelenggaraan Program Diklat ADUM
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 20 | 0 0 56 48 46 | 43 48 14 22 4 | 27 22 0 0 0 | 0 0 0 0 0 | 237 232 154 162 124 | 3.4 3.3 2.2 2.3 1.8 |
Rata-rata Skor | 2.6 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Tabel. 26
Rekapitulasi Kuesioner Tentang Evaluasi Penyelenggaran Program Diklat SPAMA
No. Pert. | Frekuensi Skor | Total Skor | Rata-rata Skor | ||||
1 | 2 | 3 | 4 | 5 | |||
1 2 3 4 5 | 0 0 0 0 32 | 0 0 66 48 38 | 41 37 14 21 0 | 27 33 0 1 0 | 2 0 0 0 0 | 241 243 154 163 108 | 3.4 3.5 2.2 2.3 1.5 |
Rata-rata Skor | 2.6 |
Sumber : Hasil Kuesioner diolah
Setelah melakukan Analisis data, untuk mengetahui lebih jauh besarnya pengaruh faktor-faktor seperti tujuan Penyelenggaraan Program Diklat, kurikulum Diklat, metoda Diklat, kualifikasi tenaga pengajar dan evaluasi terhadap efektivitas penyelenggaraan program diklat struktural yaitu Diklat ADUM dan Diklat SPAMA. Berikut ini merupakan hasil uji statistik regresi berganda dengan mengambil sampling alumni diklat ADUM dan SPAMA secara purposive yang tersebar di DIKLAT Propinsi Jawa Barat, Biro Kepegawaian, Biro Penyusunan Program, Biro Organisasi dan Biro Umum. Responden tersebut berjumlah 70 orang untuk alumni diklat ADUM dan 70 orang untuk alumni Diklat SPAMA
Untuk diklat ADUM diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Y = 37,398 + 0,297X1 + 0,419X2 + 0,383X3 + 0,233X4 + 0,382X5
Makna dari persamaan di atas berarti bahwa kenaikan satu satuan rata-rata nilai Y (efektivitas penyelenggaran program diklat) ditentukan oleh 0,297 satuan X1 (tujuan penyelenggataan program diklat), 0,419 satuan X2 (kurikulum diklat), 0,383 satuan X3 (metode Diklat), 0,233 satuan X4 (Klasifikasi tenaga pengajar/widyaiswara) dan 0,382 satuan X5 (evaluasi).
Efektivitas penyelenggaraan program diklat ADUM ditentukan oleh kurikulum yang merupakan faktor yang paling berperan jika dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini berarti bahwa komposisi kurikulum sangat berperan dalam evektivitas penyelenggaraan diklat, besarnya peranan kurikulum didukung oleh metoda, kemudian evaluasi, pengajar/widyaiswara dan terakhir adalah tujuan.
Sedangkan berdasarkan anlisis multiple regresi didapatkan nilai R2 (R Square) 0,294. Hal tersebut mengandung arti bahwa nilai variabel Y dapat diterangkan sebesar 29,4% efektivitas penyelenggaraan program diklat ADUM ditentukan oleh tujuan penyelenggaraan pendidikan, kurikulum diklat, metoda Diklak, Klasifikasi tenaga pengajar dan evaluasi. Sedangkan 70,6% efektivitas penyelenggaraan program diklat dipengaruhi oleh yang lain di luar variabel tersebut.
Untuk diklat SPAMA diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Y = 32,142 + 0,227X1 + 0,248X2 + 0,175X3 + 0,180X4 + 0,223X5
Makna dari persamaan di atas berarti bahwa kenaikan satu satuan rata-rata nilai Y (efektivitas penyelenggaran program diklat) ditentukan oleh 0,2277 satuan X1 (tujuan penyelenggataan program diklat), 0,248 satuan X2 (kurikulum diklat), 0,175 satuan X3 (metode Diklat), 0,180 satuan X4 (Klasifikasi tenaga pengajar/widyaiswara) dan 0,223 satuan X5 (evaluasi).
Efektivitas penyelenggaraan program diklat SPAMA ditentukan oleh kurikulum yang merupakan faktor yang paling berperan jika dibandingkan dengan faktor lainnya. Hal ini berarti bahwa komposisi kurikulum sangat berperan dalam evektivitas penyelenggaraan diklat, besarnya peranan kurikulum didukung oleh tujuan, evaluasi, kemudian Tenaga pengajar/Widyaiswara, dan terakhir adalah metode.
Sedangkan berdasarkan anlisis multiple regresi didapatkan nilai R2 (R Square) 0,248. Hal tersebut mengandung arti bahwa nilai variabel Y dapat diterangkan sebesar 24,8% efektivitas penyelenggaraan program diklat SPAMA ditentukan oleh tujuan penyelenggaraan pendidikan, kurikulum diklat, metoda Diklat, Klasifikasi tenaga pengajar dan evaluasi. Sedangkan 75,2% efektivitas penyelenggaraan program diklat dipengaruhi oleh yang lain di luar variabel tersebut.
BAB VI
P E N U T U P
Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis yang dilakukan, bahwa penyelenggaraan program pendidikan struktural ADUM dan SPAMA di DIKLAT Propinsi Jawa Barat memiliki tingkat efektivitas yang rendah. Hal ini dapat terlihat dari masih banyaknya pegawai yang mempunyai kemampuan sesudah mengikuti diklat masih dalam kategori kurang dan perubahan sikap juga demikian, baik itu Diklat ADUM maupun Diklat SPAMA, meskipun secara kuantitas lulusan kedua Diklat ini setiap tahunnya hampir 100% memenuhi target.
Untuk diklat ADUM, kemampuan pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat ada pada kategori tidak mampu (TT) adalah 31 orang atau 44,29%. Sedangkan kemampuan pegawai sebelum mengikuti Diklat ADUM tidak mampu dan sesudah mengikuti Diklat ADUM Mampu (TM) adalah 23 orang atau 32, 86%.
Sedangkan untuk Diklat SPAMA, kemampuan pegawai sebelum dan sesudah mengikuti diklat ada pada kategori tidak mampu (TT) adalah 13 orang atau 18,58%. Sedangkan kemampuan pegawai sebelum mengikuti Diklat ADUM tidak mampu dan sesudah mengikuti Diklat ADUM Mampu (TM) adalah 12 orang atau 17, 14%.
Mengenai perubahan Perilaku/sikap yang tercermain dalam disiplin, yaitu ketepatan waktu dalam mengerjakan pekerjaan dan ketidakhadiran yang menurun yang diukur sebelum dan sesudah mengikuti diklat.
Untuk diklat ADUM, perubahan perilaku yang tercermin dalam disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat ada pada kategori kurang baik (KK) adalah 26 orang atau 37,15%. Sedangkan perubahan sikap/displin sebelum mengikuti Diklat ADUM kurang baik dan sesudah mengikuti Diklat ADUM menjadi baik (KB) adalah 20 orang atau 27,14%. Dan perubahan sikap/disipilin sebelum diklat dan sesedah diklat dalam kategori baik adalah 24 orang atau 35,71%.
Untuk diklat SPAMA, perubahan perilaku yang tercermin dalam disiplin sebelum dan sesudah mengikuti diklat ada pada kategori kurang baik (KK) adalah 9 orang atau 12,86%. Sedangkan perubahan sikap/displin sebelum mengikuti Diklat ADUM kurang baik dan sesudah mengikuti Diklat ADUM menjadi baik (KB) adalah 12 orang atau 17,14%. Dan perubahan sikap/disipilin sebelum diklat dan sesedah diklat dalam kategori baik adalah 49 orang atau 70%.
Dalam penelitian mengenai efektivitas penyelenggaraan di atas, penulis meyakini bahwa faktor-faktor internal seperti, tujuan penyelenggaraan Diklat, Kurikulum diklat, Metode yang digunakan, tenaga pengajar/Widyaiswara dan evaluasi sangat mempengaruhi terhadap suatu efektivitas penyelenggaraan program diklat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis, maka terdapat temuan-temuan sebagai berikut :
Tujuan penyelenggaraan program diklat struktural baik ADUM dan SPAMA yang kurang jelas dan spesifik karena tidak didasarkan pada analisis kebutuhan tetapi lebih menitik beratkan pada ketentuan dalam PP No. 14 Tahun 1994 yang bersifat umum dan Keputuan Ketua LAN RI No. 931/IX/6/4/1998 dan No. 932/IX/6/4/1998 yang bersifat khusus. Selain itu juga terdapat kesenjangan anatara tujuan umum (PP No. 14 tahun 1994) dengan tujuan khusus (Keputuan Ketua LAN RI No. 931/IX/6/4/1998 dan No. 932/IX/6/4/1998), dimana tujuan umum ini lebih menekankan pada kepentingan politik sedangkan tujuan khusus lebih menekankan pada kinerja. Kepentingan politik dengan segala bentuk dan caranya akan mengahambat kinerja pendidikan dan pelatihan sehingga mengakibatkan penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan sulit untuk mencapai efektivitas.
Kelemahan kurikulum Diklat ADUM maupun Diklat SPAMA adalah dibuat secara sentral oleh LAN-RI dan tidak berdasakan analisis/perkiraan kebutuhan. Berarti kurikulum diklat ini tidak memperhitungkan kebutuhan bidang-bidang tertentu atau untuk jabatan-jabatan khusus, tetapi hanya berdasarkan kebutuhan umum dari semua kelompok, yang mempunyai asumsi bahwa kurikulum untuk semua peserta sama. Sehingga mengakibatkan beberapa subjek memang relevan dengan peserta tertentu tetapi tidak relevan bagi peserta yang lain dan ini akan mengakibatkan pencapaian tujuan dari diklat sulit untuk ter capai, sehingga mengakibatkan penyelenggaraan program diklat menjadi tidak efektif.
Begitupun dengan metode yang dipergunakan dalam Diklat ADUM dan SPAMA semuanya sama, yaitu metode Ceramah, Diskusi, Studi Kasus. Tapi semuanya hanya teori saja tanpa diikuti oleh pendekatan praktek dan tidak mencerminkan komitmen untuk mewujudkan asumsi-asumsi metode dalam praktek. Ini sejalan dengan hasil kuesioner bahwa metode yang dipergunakan dalam Diklat ADUM dan SPAMA adalah tidak sesuai dan masing-masing dalam kategori kurang baik (2,5). Dengan tidak konsekuensinya menggunakan metode pengajaran mengakibatkan efektivitas penyelenggaraan program diklat menjadi sulit untuk tercapai.
Tenaga Pengajar yang dipergunakan dalam Diklat ADUM dan SPAMA adalah Widyaiswara. Secara kuantitas Widyaiswara di DIKLAT Propinsi Jawa Barat baik (memenuhi dalam jumlah), namun secara kualitas tidak. Hal ini membawa konsekuensi banyak dipergunakannya tenaga pengajar dari Universitas. Kurangnya kualitas tenaga pengajar/Widayaiswara karena pada umumnya orang yang menjadi Widyaiswara itu hanya orang-orang yang melepaskan diri dari jabatan struktural dari instansi lain karena menghindari orang (terjadi perselisihan) dan juga untuk memperpanjang usia kerja mereka, karena dengan menjadi Widyaiswara, rata-rata usia pensiun mereka bertambah 4 s/d 5 tahun.
Evaluasi merupakan tahap terakhir dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Sayangnya evaluasi yang dilaksanakan dalam penyelenggaran program pendidikan dan pelatihan di DIKLAT Propinsi Jawa Barat hanya evaluasi proses yang menyangkut tenaga pengajar/widyaiswara, implementasi program, metoda, yang semuanya dalam bentuk formulir isian (angket) yang diberikan kepada peserta selama pelatihan, tetapi hasil evaluasi tersebut tidak pernah ditindak lanjuti. Selain itu evaluasi dampak yang merupakan evaluasi yang sangat penting tidak pernah dilaksanakan. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan alumni dalam bekerja sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan pelatihan serta perubahan perilaku. Bagamanapun bentuk evaluai dilakukan, namun apabila hasil dari evaluasi tidak pernah ditindaklanjuti, tidak akan mengetahui sampai sejauhmana keberhasilan/efektivitas suatu program diklat telah dilaksanakan.
Saran-saran
Dari hasil interpretasi data dan kesimpulan, penulis mencoba memberikan rekomendasi terhadap peningkatan efektivitas penyelenggaraan program Diklat di DIKLAT Propinsi Jawa Barat. Adapun saran tersebut adalah sebagai berikut :
Penilaian/perkiraan kebutuhan (needs assesment) adalah mutlak untuk dilaksanakan sebelum pendidikan dan pelatihan dilaksanakan. Karena dengan dilakukannya need assesment sebelum pelaksanaan diklat akan diketahui tujuan penyelenggaraan diklat yang spesifik, bagaimana kurikulum yang dipergunakan, bagaimana metoda yang akan dipergunakan, tenaga pengajar bagaimana yang akan mengajar. Sehingga penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan akan terselenggara dengan efektif.
Dalam perekrutan/penerimaan Widyaiswara hendaknya dilakukan dengan baik, jangan hanya asal saja. Karena tenga pengajar/widyaiswara ini sangat mempengaruhi suatu penyelenggaraan program diklat. Dalam mempergunakan tenaga pengajar dari lembaga pendidikan atau universitas, selain memiliki kualitas yang tinggi (menguasai pelajaran yang akan diajarkan) juga hendaknya dipilih tenaga pengajar yang mengerti dan memahami orientasi program diklat Aparatur. Karena mengajar dalam diklat aparatur sangat berbeda dengan mengajar di universitas/lembaga pendidikan.
Hasil evaluasi hendaknya ditindaklanjuti guna mengetahui kelemahan/kekurangan dalam pelaksanaan diklat, sehingga hasil evaluasi dapat dijadikan tolok ukur untuk pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan lebih lanjut. Begitupun dengan evaluasi dampak hendaknya dilaksanakan, karena dengan evaluasi ini akan diketahui bagaimana program diklat yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Misalnya dengan malakukan penelitian bagaimana dampak pendidikan dan pelatihan terhadap peningkatan kerja pegawai dan perubahan sikap pegawai dalam bekerja. Bagaimana dampak pendidikan dan pelatihan terhadap pengembangan karier pegawai. Sehingga penyelenggaraan program pendidikan dan pelatihan diklat yang selama ini telah dilaksanakan tidak akan sia-sia.
INSTRUMEN PENELITIAN
Petunjuk Pengisian
Isilah data Pribadi bapak/Ibu sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya
Pilihlah salah satu jawaban dengan cara memberi tanda silang (X) pada pernyataan yang telah disediakan
Apabila bapak/Ibu merubah jawaban, berilah tanda lingkaran (O) pada jawaban yang telah diberikan dan kemudian berilah tanda silang pada jawaban lain yang Bapak/Ibu maksud.
Data Responden
Nama : …………………………………………………..
Umur : ………………………………………………….
Jenis Kelamin : ………………………………………………….
Pangkat/Golongan : ………………………………………………….
Masa Kerja : ………………………………………………….
Unit Kerja : ………………………………………………….
Jabatan : ………………………………………………….
Eselon : ………………………………………………….
Masa Kerja Jabatan : ………………………………………………….
Pendidikan : ………………………………………………….
Diklat Struktural yang Pernah Diikuti : ………………Tahun …………..
……………… Tahun ………….
Angket I : Diisi oleh Pimpinan Responden dan Rekan kerja Responden.
PERTANYAAN MENGENAI EFEKTIVITAS PENYELENGGRAAN DIKLAT
Indikator Kemampuan Pegawai Sebelum dan Sesudah Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Administrasi Umum (ADUM) / Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (SPAMA)
Kemampuan Sebelum Mengikuti Diklat
Kemapuan Bapak/Ibu membantu atasan dalam hal penataan program sebelum negikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menyampaikan gagasan yang berkaitan dengan tugas-tugas kepada atasan secara tertulis sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menjabarkan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh atasan sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu melaksanakan tugas dari pimpinan secara tepat sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menyusun rencana unit kerja secara tepat sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan rencana kerjanya secara tepat sebelum mengikuti diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu melaksanakan koordinasi dengan unit kerja lain sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menggerakan staf secara terorganisasi untuk mencapai sasaran unit kerja sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menyususn laporan pelaksanaan pekerjaan sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA.
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Setelah Mengikuti Diklat
Kemampuan Bapak/Ibu membantu atasan dalam hal penataan program setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menyampaikan gagasan yang berkaitan dengan tugas-tugas kepada atasan secara tertulis setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menjabarkan pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan oleh atasan setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu melaksanakan tugas dari pimpinan secara tepat setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menyusun rencana unit kerja secara tepat setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan rencana kerjanya secara tepat Setelah mengikuti diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu melaksanakan koordinasi dengan unit kerja lain setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menggerakan staf secara terorganisasi untuk mencapai sasaran unit kerja setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Kemampuan Bapak/Ibu menyususn laporan pelaksanaan pekerjaan setelah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA.
Sangat mampu
Mampu
Please do not use illegal software...Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
B. Indikator Perubahan Perilaku/Sikap yang tercermin dalam Disiplin yaitu Ketepatan waktu dalam mengerjakan pekerjaan serta ketidakhadiran yang menurun Sebelum dan Sesudah Mengikuti Diklat ADUM/ SPAMA
Sebelum Mengikuti Diklat
Sebelum mengikuti diklat ADUM/SPAMA apakah Bapak/Ibu selalu menerima keluhan dari atasan/pihak lain mengenai mutu pekerjaan atau layanan yang diberikan?
Tidak pernah
Jarang
Kadang-kadang
Sering
Selalu
Sebelum mengikuti diklat ADUM/SPAMA, Apabila setiap ada kesalahan pada saat menyelesaikan suatu pekerjaan apakah Bapak/Ibu langsung memperbaikinya?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sebelum megikuti Diklat ADUM/SPAMA apakah Dalam membantu atasan menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepada Bapak/Ibu selalu tepat waktu?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sebelum mengikuti diklat ADUM/SPAMA apakah Bapak/Ibu selalu datang tepat waktu dalam bekerja ?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sebelum mengikuti diklat ADUM/SPAMA apakah Bapak/Ibu selalu pulang tepat waktu dari yang seharusnya ?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sebelum Mengikuti Diklat ADUM/SPAMA apabila terlambat/tidak masuk kerja Bapak/Ibu selalu memberitahu atasan/bawan?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA, apakah Bapak/ibu selalu ada ditempat meskipun pekerjaan telah selesai/tidak ada pekerjaan ?
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak pernah
Sebelum mengikuti Diklat ADUM/SPAMA, apakah Bapak/ibu dalam sebulan serin tidak masuk kerja ?
10 hari
7 hari
5 hari
3 hari
1 hari
Sesudah Mengikuti Diklat
Sesudah mengikuti diklat ADUM/SPAMA apakah Bapak/Ibu selalu menerima keluhan dari atasan/pihak lain mengenai mutu pekerjaan atau layanan yang diberikan?
Tidak pernah
jarang
Kadang-kadang
Seraing
Selalu
Sesudah mengikuti diklat ADUM/SPAMA, Apabila setiap ada kesalahan pada saat menyelesaikan suatu pekerjaan apakah Bapak/Ibu langsung memperbaikinya?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sesudah megikuti Diklat ADUM/SPAMA apakah Dalam membantu atasan menyelesaiakan suatu pekerjaan yang dibebankan kepada Bapak/Ibu selalu tepat waktu?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sesudah mengikuti diklat ADUM/SPAMA apakah Bapak/Ibu selalu datang tepat waktu dalam bekerja ?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sesudah mengikuti diklat ADUM/SPAMA apakah Bapak/Ibu selalu pulang tepat waktu dari yang seharusnya ?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sesudah Mengikuti Diklat ADUM/SPAMA apabila terlambat/tidak masuk kerja Bapak/Ibu selalu memberitahu atasan/bawan?
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Jarang
Tidak pernah
Sesudah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA, apakah Bapak/ibu selalu ada ditempat meskipun pekerjaan telah selesai/tidak ada pekerjaan ?
Selalu
Sering
Kadang-Kadang
Jarang
Tidak pernah
Sesudah mengikuti Diklat ADUM/SPAMA, apakah Bapak/ibu dalam sebulan sering tidak masuk ?
10 hari
7 hari
5 hari
3 hari
1 hari
Angket II :
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PENYELENGGRAAN DIKLAT
Tujuan Penyelenggaraan Program Diklat
Apakah Panitia (Penyelenggara) menjelasakan tujuan program diklat yang Bapak/Ibu ikuti pada awal sebelum penyelenggaraan diklat dimulai ?
Sangat Jelas
Jelas
Cukup Jelas
Kurang Jelas
Tidak jelas
Apakab Bapak/Ibu memahami/Mengerti tujuan dari penyelenggaraan diklat tersebut ?
Sangat Faham
faham
Cukup faham
Kurang faham
Tidak Faham
Apakah Bapak/Ibu Setuju dengan tujuan penyelenggaraan diklat tersebut?
Sangat Setuju
Setuju
Cukup Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
Apakah tujuan tersebut sesuai dengan harapan Bapak/Ibu dan sesuai dengan pelaksanaan tugas sehari-hari ?
Sangat Sesuai
Sesuai
Cukup Sesuai
Kurang Sesuai
Tidak Sesuai
Apakah program penyelenggaraan diklat tersebut mendukung pengembangan karir Bapak/Ibu ?
Sangat Mendukung
Mendukung
Cukup Mendukung
Kurang Mendukung
Tidak Mendukung
Kurikulum Diklat
materi yang diberikan di dalam Diklat sangat membantu bagi peningkatan kualitas dan kuantitas kerja pegawai
Sangat setuju
Setuju
Cukup Setuju
Kurang setuju
Tidak setuju
Materi yang diberikan di dalam tugas praktek sangat relevan dengan paket-paket kerja pegawai di dalam bagian kerja saya
Sangat relevan
Relevan
Cukup Relevan
Kurang relevan
Tidak relevan
Komposisi materi yang diberikan di dalam diklat lebih ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pegawai di bidang administrasi?
Sangat setuju
Setuju
Cukup Setuju
Kurang setuju
Tidak setuju
Materi yang diberikan sering mengandung pemikiran-pemikiran baru yang dapat menunjang kegiatan efisiensi kerja pegawai?
Sangat sering
Sering
Cukup Sering
Kurang
Tidak pernah
Materi yang diberikan sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan pegawai di bidang administrasi
Sangat bermanfaat
Bermanfaat
Cukup bermanfaat
Kurang bermanfaat
Tidak setuju
Metode Diklat
Perencanaan Pengajaran terkesan matang karena semua materi sangat dibutuhkan di dalam pekerjaan
Sangat matang
Matang
Cukup matang
Kurang matang
Tidak matang
Tenaga pengajar selalu memberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan analisis permasalahan dan alternatif pemecahan masalah melalui studi kasus
Selalu
Sering
Cukup
Hampir tidak pernah
Tidak pernah
Tugas-tugas praktek yang diberikan oleh tenaga pengajar sangat sesuai dengan kebutuhan peserta di dalam menyelesaikan pekerjaan di bagian kerja masing-masing
Sangat Sesuai
Sesuai
Cukup sesuai
Kurang sesuai
Tidak sesuai
Acara diskusi yang diselenggarakan di dalam peogram diklat mampu membangkitkan rasa ingin tahu peserta
Sangat mampu
Mampu
Cukup mampu
Kurang mampu
Tidak mampu
Cara menyempaikan materi oleh tenaga pengajar mampu merangsang perkembangan berfikir peserta untuk mengantisipasi pekerjaan-pekerjaan di masa yang akan datang
Sangat merangsang
Merangsang
Cukup merangsang
Kurang merangsang
Tidak merangsang
Tenaga Pengajar/Widyaiswara
Latar belakang pendidikan tenaga pengajar yang disediakan oleh penyelenggara sangat relevan dengan mata pelajaran yang diasuhnya
Sangat relevan
relevan
Cukup relevan
Kurang relevan
Tidak relevan
Penguasaan tenaga pengajar terhadap materi yang diberikan mempunyai kualitas memadai dalam proses belajar mengajar
Sangat memadai
Memadai
Cukup memadai
Kurang memadai
Tidak memadai
Sikap bersahabat tenaga pengajar di dalam menyampaikan materi diperlukan dalam diklat
Sangat bersahabat
Bersahabat
Cukup bersahabat
Kurang bersahabat
Tidak bersahabat
Contoh-contoh yang diperagakan oleh tenaga pengajar sengat dibutuhkan di dalam pelaksanaan pekerjaan yang sebenarnya
Sangat dibutuhkan
dibutuhkan
Cukup dibutuhkan
Kurang dibutuhkan
Tidak dibutuhkan
Paket-paket materi di dalam diklat sangat mengutamakan spesialisasi pekerjaan peserta diklat
Sangat maengutamakan
Mengutamakan
Cukup mengutamakan
Kurang mengutamakan
Tidak mengutamakan
Materi pelajaran yang disampaikan oleh tenaga pengajar dapat ditangkap dengan jelas oleh peserta diklat
Sangat jelas
jelas
Cukup jelas
Kurang jelas
Tidak jelas
Tenaga pengajar yang disediakan oleh penyelenggara umumnya sangat menghargai feed back yang disampaikan oleh peserta diklat
Sangat menghargai
menghargai
Cukup menghargai
Kurang menghargai
Tidak menghargai
Penampilan tenaga pengajar dalam menyampaikan materi sangat menyenangkan peserta diklat
Sangat menyenangkan
menyenangkan
Cukup menyenangkan
Kurang menyenangkan
Tidak menyenangkan
Tenaga pengajar selalu pengertian di dalam mendengarkan keluhan-keluhan peserta yang mempunyaipersoalan dalam memahami pelajaran
Sangat mengerti
Mengerti
Cukup mengerti
Kurang mengerti
Tidak mengerti
Setelah mendapatkan pelajran dalam diklat raa percaya diri saya dalam merespon pekerjaan-pekerjaan di kantor menjadi lebih tinggi
Sangat percaya diri
Percaya diri
Cukup percaya diri
Kurang percaya diri
Tidak percaya diri.
Evaluasi
Apakah Bapak/Ibu selalu mendapatkan pretest sebelum mengikuti diklat ?
Selalu
Sering
Cukup
Hampir tidak pernah
Tidak pernah
Apakah Bapak/Ibu selalu mendapatkan posttest setelah mengikuti diklat
Selalu
Sering
Cukup
Hampir tidak pernah
Tidak pernah
Apakah panitia selalu menyediakan lembaran evaluasi untuk pengajar, panitia penyelenggara
Selalu
Sering
Cukup
Hampir tidak pernah
Tidak pernah
Apakah panitia selalu menyedaiakan lembaran evaluasi untuk menilai fasilitas yang telah dipergunakan
Selalu
Sering
Cukup
Hampir tidak pernah
Tidak pernah
Apakah setelah 4 (empat) bulan selesai mengikuti diklat Bapak/Ibu selalu mendapatakan evaluasi tentang diklat yang pernah diikuti sehubungan dengan jabatan yang yang diduduki sekarang.
Selalu Mendapatkan
Mendapatkan
Sering mendapatkan
Hampir tidak pernah mendapatkan
Tidak pernah mendapatkan